REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, pemberantasan korupsi harus menekankan pada empat prinsip utama. Yaitu kehati-hatian, ketelitian laporan, profesionalitas, dan independensi.
“Jadi tidak ada paksaaan, dipengaruhi maupun diintervensi oleh siapapun. Siapa yang melakukan korupsi, dia harus ditindak tegas tanpa pandang bulu,” tuturnya, lewat siaran pers yang diterima Republika, Senin (9/12).
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, ada empat celah yang paling berpeluang menjadi lahan korupsi.
Pertama, pengadaan barang dan jasa. Kedua, penyimpangan perijinan. Ketiga, penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keempat, penyimpangan pajak.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku telah lebih dahulu telah melakukan langkah-langkah strategis. Diantaranyanya pada tahun 2012 lalu, Pemprov Jatim bersama KPK secara resmi menandatangani pakta integritas tentang pencanangan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi.
Kemudian pada Mei 2013, Pemprov kembali menggandeng KPK, Ombudsman Indonesia, dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memperluas zona bebas korupsi. “Kemudian menetapkan Jatim sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) serta Penyelarasan dalam Sistem Integritas Nasional (SIN),” ujarnya.
Keseriusan Soekarwo dalam memberantas korupsi semakin ditegaskan dengan terjalinnya kerjasama antara Pemprov dengan Empat lembaga, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Ombudsman dan KPK dengan menerapkan elektronik audit (e-audit). Jadi dengan adanya e-audit, maka setiap transaksi keuangan di Jatim setiap saat dapat diakses BPK.