REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada empat ranah yang dianggap potensial menimbulkan tindak pidana korupsi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan para penegak hukum memberikan perhatian pada empat ranah tersebut.
“Ada empat hal yang saya titip betul kepada KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk dilihat secara tajam dan ditangani secara serius karena itu sumber kerugian negara,” katanya dalam puncak peringatan Hari Anti-Korupsi dan Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia tahun 2013 di Istana Negara, pada Senin (9/12).
Pertama, kemungkinan terjadinya penyimpangan korupsi terhadap pengadaan barang dan jasa. Seringkali terjadi penggelembungan hingga pengeluaran fiktif. Celakanya, jumlahnya terbilang besar dan menyebar ke eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Kedua, penyimpangan dalam pengeluaran izin baik di pusat maupun daerah. Ia mengatakan, dulu, di daerah hampir tidak ada kasus yang berkaitan dengan penyimpangan dalam pengeluaran izin. Namun, kondisi tersebut sudah berubah. “Ini konsekuensi dari otonomi daerah, adanya suap, benturan kepentingan, penyimpangan yang sering terjadi menjelang pilkada,” katanya.
Ketiga, dalam penyusunan dan penggunaan APBN dan APBD. Presiden SBY menegaskan agar membebaskan kolusi antara oknum pemerintah dan oknum di DPR baik tingkat pusat dan daerah.
Menurutnya, banyak kasus korupsi berangkat dari kolusi dan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dan oknum legislatif. Keempat, ia meminta agar penegak hukum melihat lebih tajam ke dunia perpajakan. Sebab, korupsi di ranah ini dampaknya akan sangat besar bagi penerimaan negara dan pembelanjaan untuk pembangunan.