Rabu 04 Dec 2013 19:49 WIB

Ketua KPK: Hentikan Liberalisasi Sektor Pangan

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menyatakan Korupsi dan liberalisasi pangan di Indonesia sudah sistematik dan semakin memprihatinkan.

"Di Indonesia terdapat tiga bidang yang rawan korupsi yaitu, bidang ketahanan pangan, ketahanan energi dan lingkungan, serta perpajakan. Ketiga bidang tersebut memiliki banyak celah untuk korupsi," ujar Abraham Samad dalam paparnya di Rakernas Partai Nasdem, di Jakata, Rabu (4/12).

Menurut Abraham Samad, liberalisasi bidang pangan juga menjadi masalah yang semakin serius terjadi di Indonesia. Ia mengatakan, kondisi ini menjadi ironis mengingat Indonesia dulu pernah melaksanakan swasembada pangan, sekarang malah melakukan liberalisasi di bidang tersebut.

"Padahal, Amerika Serikat sebagai negara yang dikenal liberal tidak pernah melakukan liberalisasi di bidang pangan. Haram sektor pangan diliberalisasi, ini ironis dan merugikan masyarakat," kata Abraham Samad dengan nada keras.

Abraham Samad menambahkan, korupsi sekarang mengalami evolusi dan regenerasi. Ia menjelaskan, evolusi perilaku korupsi berubah dari yang bersifat tradisional seperti suap menjadi white collar crime yang sistematik.

Lebih jauh ia mengatakan, regenerasi koruptor tercermin dari banyaknya pelaku korupsi yang berusia muda.

"Perlu klarifikasi tentang opini masyarakat yang mengatakan bahwa KPK tebang pilih dalam menindak korupsi. KPK tidak melakukan tebang pilih, melainkan membuat skala prioritas akan kasus yang ditangani. KPK menyebut kasus yang menjadi prioritas dengan istilah grand corruption, yaitu korupsi yang melibatkan pejabat penyelenggara negara dan mengakibatkan kerugian negara yang signifikan," katanya menjelaskan.

Abraham Samad menegaskan, korupsi di bidang ketahanan pangan merupakan masalah yang menjadi prioritas bagi KPK. Sebagai negara dengan budaya masyarakat pertanian, sungguh ironis jika Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan.

Permainan antara mafia impor dan pemerintah, katanya, merugikan ketahanan pangan Indonesia.

"Sebanyak 28 juta rakyat Indonesia berada di garis kemiskinan akibat permainan oknum kartel impor. Ketahanan pangan Indonesia akan semakin hancur jika liberalisasi sektor pangan terus berlanjut," kata Abraham Samad.

Abraham Saamad juga menyebutkan ada praktik busuk kartel impor di bidang ketahanan pangan sehingga sebagai negara maritim dengan laut yang luas, kita pun masih harus mengimpor garam.

"Beras kita masih impor, garam kita masih impor, kenapa ini semua terjadi? Karena masih adanya praktik-praktik kartel impor. Ada persekongkolan jahat antara aparatur negara dengan pengusaha-pengusaha hitam yang berkecimpung di sektor impor. Inilah yang terjadi sampai hari ini," tuturnya.

Kebocoran di sektor pangan, ungkapnya juga merugikan pendapatan negara. Utang luar negeri Indonesia per Oktober 2013 mencapai Rp. 2.276,89 Triliun.

Pencurian yang dilakukan oknum asing dan penguasa mengakibatkan Indonesia tidak bisa menghasilkan pendapatan maksimal dari sumber daya alamnya yang melimpah. Abraham menyebut pemimpin yang korup sama dengan pembunuh berdarah dingin.

Oleh sebab itu, Abraham Samad menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memerangi korupsi demi perubahan yang fundamental.

"Menolak liberalisasi sektor pangan Indonesia. Sampai saat ini kita belum mampu menghasilkan pendapatan yang luar biasa dari hasil sumber daya alam kita karena sumber daya alam kita masih dirampok oleh orang-orang asing dan para petinggi negeri ini," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement