REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Anas Urbaningrum menyatakan, proses demokrasi dalam sistem politik modern di Indonesia jika tidak diikuti dengan nilai-nilai budaya yang relevan atau yang mengindahkan sifat keobjektifan, hanya akan menjadi 'mayat hidup' dalam proses pendewasaan bangsa.
"Kita menganut demokrasi namun budayanya masih agak feodal, oligarki. Budaya-budaya yang tidak selaras dengan demokrasi itu sendiri," kata Anas pada sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (29/11).
Anas menyebut, jika dilihat dari sistem kepartaian yang melibatkan banyak partisipan, sistem pemilu, atau cara kampanya politisi, Indonesia telah beranjak menuju sistem politik modern yang sangat liberal. Namun, konstruksi budaya yang nengikuti sistem politik liberal tersebut tidak sejalan dengan asas-asa manfaat demokrasi itu sendiri.
Bahkan, selain budaya yang bersebrangan dengan demokrasi seperti oligarki, sistem politik di negara ini cenderung menasbihkan sistem-sistem yang dianggap minim manfaat seperti dinasti politik atau pengutamaan garis keturunan darah.
"Salah satu keunggulan demokrasi liberal itu adalah kompetisi bebas dan kompetisi berbasiskan kompetensi keras tapi objektif. Namun yang sekarang justru yang non objektif dan berasal dari gaya lama tapi diberi kemasan baru," ujar mantan ketua umum DPP Partai Demokrat ini.