Rabu 27 Nov 2013 22:34 WIB

Pengamat: Intelijen Indonesia Harus Lebih Tanggap

Slide ke-5 presentasi Power Point mengenai program PRISM, bagian operasi intelijen NSA yang dibocorkan Edward Snowden
Foto: WASHINGTON POST
Slide ke-5 presentasi Power Point mengenai program PRISM, bagian operasi intelijen NSA yang dibocorkan Edward Snowden

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Erwan Agus Purwanto, mengatakan sistem intelijen Indonesia harus diperkuat agar lebih tanggap terhadap potensi penyadapan pada pemerintah oleh negara lain setiap saat.

"Jadi menurut saya sistem intelijen kita yang harus dibenahi. Dengan sikap terkaget-kaget atas kasus penyadapan oleh Australia, menunjukkan bahwa intelijen kita masih lemah," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM ini di Yogyakarta, Rabu (27/11).

Menurut Erwan, tindakan penyadapan merupakan hal yang lumrah di dunia intelijen. Setiap negara memiliki kemungkinan untuk memperoleh informasi dari negara lain. Hal itu berfungsi sebagai bahan strategis untuk membuat sebuah kebijakan suatu negara.

"Saya kira itu memang tugas intelijen mengumpulkan data. Indonesia pun dapat melakukan hal yang sama. Cuma permasalahannya akan muncul apabila kemudian upaya itu ketahuan," katanya.

Menurut dia, persoalan penyadapan tidak selalu berhubungan dengan upaya merendahkan suatu negara,melainkan pengumpulan data sebagai acuan strategi kebijakan. "Kita juga harus paham bahwa negara lain jelas ingin tahu yang terjadi di negara kita untuk menyusun sebuah kebijakan," katanya.

Ia mengatakan, hal itu seharusnya dapat dianalisis dan diawasi untuk mengantisipasi tindakan penyadapan susulan oleh negara lain. "Kesadaran atau sikap tanggap intelijen masih rendah. Seharusnya intelijen telah melakukan langkah antisipatif untuk melindungi jaringan komunikasi pemerintah sebelum kasus penyadapan bergulir pada 2009," katanya.

Sementara itu, menurut dia, upaya penyusunan protokol serta kode etik hubungan bilateral Indonesia-Australia sesuai usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum dapat menjadi jaminan apabila sistem intelijen Indonesia belum diperkuat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement