REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya berpendapat, kasus penyadapan yang dilakukan Amerika dan Australia terhadap beberapa pejabat negara di Indonesia terjadi bukan disebabkan kelemahan Badan Intelijen Indonesia (BIN).
"Permasalahan penyadapan ini bukan karena BIN. Saya tidak setuju kalau dikatakan kasus penyadapan ini akibat lemahnya intelijen negara kita," kata Tantowi di Jakarta, Rabu (20/11).
Menurut dia, tindak penyadapan yang dilakukan Amerika dan Australia memang sangat sulit untuk dicegah oleh para intelijen, bahkan intelijen dari negara-negara maju sekali pun.
"Kita bisa lihat bahwa 34 negara Eropa yang mempunyai teknologi dan kemampuan penangkalan penyadapan jauh lebih maju dari Indonesia, ternyata tetap bisa disadap. Mereka ternyata berhasil disadap oleh Amerika, seperti Jerman dan Prancis," ujarnya.
Hal itu, kata dia, berarti sampai saat ini tidak ada teknologi yang bisa menangkal penyadapan yang dilakukan Amerika tersebut.
Namun, Tantowi juga mengimbau BIN untuk mengambil hikmah dari kejadian penyadapan itu guna meningkatkan kemampuan dan kinerja untuk memaksimalkan perannya dalam menjaga ketahanan negara.
"Kejadian penyadapan ini perlu menjadi pembelajaran bagi intelijen Indonesia untuk terus meningkatkan kapasitas teknologi kita. Selain itu, kapasitas para intelijen dan para petinggi BIN juga harus ditingkatkan," katanya.
Senada dengan Tantowi, Anggota Komisi I DPR Hayono Isman mengatakan intelijen Indonesia perlu mengambil hikmah dari kasus penyadapan yang dilakukan oleh Australia dan Amerika terhadap para pejabat negara, guna memperkuat pertahanan negara di masa depan.
"Oleh karena itu, intelijen Indonesia perlu belajar dan mengambil hikmah dari kejadian penyadapan ini dan meningkatkan kinerja serta kemampuan untuk mencegah hal seperti ini terulang kembali," kata Hayono.
Menurut dia, kedepannya Komisi I DPR akan lebih memperhatikan masalah penganggaran untuk Badan Intelijen Negara guna meningkatkan kualitas kerja para intelijen di Tanah Air.