REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arkeolog Indonesia berhasil menemukan bangkai kapal selam yang diduga dari kapal jenis U-Boat (unterseeboot) di perairan Karimun Jawa. Namun, kisah penemuan bangkai kapal selam ini tidak mudah.
Karena lokasi bangkai kapal selam tidak diketahui secara pasti. Apa yang digunakan arkeolog hingga bisa menemukan titik U-Boat itu?
Arkeolog penyelam, Shinatria Adhityatama, menjelaskan awalnya kapal yang mereka sewa hanya tiba di satu kawasan yang diduga lokasi bangkai kapal selam. Ini di awal penelitian pada 4 November. Namun titik tepat bangkai kapal itu belum diketahui. Akhirnya tim melakukan survei awal dengan cara sonar di lokasi seluas 200 meter persegi.
Survei awal ini dilakukan dengan cara menjalankan kapal sambil menembak sonar ke dalam laut. Dari pantulan kembali sonar, peneliti bisa menduga benda apa di dasar laut. Aktivitas sonar ini memakan waktu lama. "Kami tiba di kawasan itu pukul 05.00 WIB namun titik pastinya baru ditemukan siang hari," kata Shinat pada Republika.
Lokasi bangkai kapal didapat setelah sonar kapal menunjukkan grafik tinggi. Ini berarti ada sesuatu benda di dasar laut. Namun, bisa jadi itu bukan benda, atau sekadar batu. Karena itu, kapal yang tadinya mensurvei dengan lintasan horisontal di titik yang potensial harus juga melakukan sonar dengan lintasan vertikal. Ternyata, kata Shinat, temuan sonar di lokasi tersebut sama tingginya.
Untuk itu, tim mengambil keputusan untuk menghentikan kapal di titik tersebut dan mengirim satu penyelam ke dasar laut. Si penyelam nantinya akan menentukan apakah lokasi tersebut benar ada bangkai kapal atau ternyata ada temuan lain. Bila benar ada bangkai kapal, maka penyelam harus memberi tanda berupa 'buoy' yang bentuknya seperti sosis raksasa. Tanda ini mengapung tepat di atas titik.
Benar saja, beberapa menit setelah penyelam survei ke bawah laut, buoy akhirnya muncul. "Kami semua senang karena akhirnya bisa ketemu bangkai kapal. Tapi ketika itu kami belum tahu kalau bangkai itu kapal selam Jerman," kata Shinat. Maka rencana penelitan awal pun disusun termasuk membentuk tiga tim selam.
Tiap satu arkeolog yang turun harus ditemani oleh penyelam profesional yang memiliki sertifikat dan anggota Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI). Rencana harian penelitian adalah, satu tim mulai turun sejak pukul 06.00 pagi. Turun selama 15-20 menit untuk survei, mencatat, dan memotret baru kemudian naik ke permukaan.
Penyelam yang sudah turun harus menunggu tiga jam di atas laut baru boleh menyelam lagi. Ini, kata Shinat, adalah prosedur keselamatan dan keamanan penyelam. Karena kalau tidak, kesehatan penyelam bersangkutan dalam bahaya. "Meski hanya 15 menit, tapi senangnya bukan main," kata dia lagi.
Ada temuan awal yang sempat mengagetkan tim. Sebelum memberanikan diri untuk menyelam ke dalam bangkai kapal, tim melakukan survei di sekitar bangkai kapal. Dengan kondisi dasar laut yang gelap dan hanya bermodalkan dua senter selam, tim mengambil artefak sampel dari sekitar lokasi bangkai kapal. Setelah artefak diangkut dan dibersihkan, ternyata benda itu adalah wadah kecil dan buatan Amerika Serikat.
"Kita semua terkejut. Kembali jadi ragu. Ini benar bangkai kapal Amerika Serikat, Belanda atau apa?" kata Shinat. Belum ada petunjuk bahwa bangka tersebut adalah sisa dari U-Boat. Sampai akhirnya tim memutuskan untuk masuk ke dalam kapal yang berukuran panjang 47 meter dan berdiameter lima meter itu. Sebelumnya, tim penyelam membuat tali pandu dari kapal di atas laut ke bangkai kapal, dan tali pandu horizontal di sekitar kapal.
Kepastian bahwa bangkai kapal itu merupakan sisa armada kapal selam Nazi didapat setelah tim mengambil sampel dari ruang-ruang di dalam kapal selam. Ada empat ruang yaitu ruang torpedo, ruang kru, ruang radio, dan ruang kontrol. Tim mengambil sampel beberapa piring. Dan di dasar piring tersebut akhirnya didapat petunjuk bahwa itu tinggalan Nazi. Ada lambang khas Nazi Jerman di dasar piringnya, yaitu burung yang mencengkeram swastika.