Ahad 17 Nov 2013 10:13 WIB

Universitas Tertua Tetap Pelihara Aksara Kuno

Penulisan Aksara Jawa
Foto: blogspot.com
Penulisan Aksara Jawa

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Universitas tertua di sejumlah negara maju hingga sekarang tetap memelihara aksara kuno warisan negara itu maupun yang berasal dari dunia timur.

"Naskah-naskah kuno itu dirawat dan dimanfaatkan dengan baik dalam perpustakaan naskah yang mewah," kata Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si. seperti yang dituturkan Nyoman Gunarsa di Denpasar, Minggu.

Maestro Nyoman Gunarsa menggagas dan melaksanakan Festival Internasional Bahasa Bali atau International Festival of Balinese Language (IFBL) melibatkan utusan dari sembilan negara mendapat masukan ahli bahasa mancanegara, termasuk dari Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si.

Universitas di negara maju itu memiliki ribuan naskah kuno, termasuk aksara dan bahasa yang menjadi kekayaan rohani warisan budaya dan peradaban masa lampau yang terpelihara dengan sangat luar biasa.

Hal itu jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia, khususnya Bali. Bahkan, bahasa daerah Bali di tanah kelahirannya sendiri hal itu sulit dilakukan oleh pemerintah setempat sampai ke desa-desa. Padahal, pelestarian naskah-naskah itu sangat penting untuk perkembangan pada masa sekarang maupun yang akan datang.

Fakta struktural membuktikan bahwa dunia pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi penilaiannya menekankan pada capaian kuantitatif-kognitif dengan ukuran barat.

Dengan demikian, kata Nengah Duija, pendidikan tidak lagi sebagai transformasi nilai-nilai budaya yang luhur untuk memanusiakan manusia, tetapi mengadopsi nilai-nilai barat yang digunakan untuk membangun manusia Indonesia.

Penggerusan akar budaya bangsa Indonesia bukan semata kesalahan generasi muda, melainkan telah dikonstruksi secara struktural baik dalam aspek regulasi, kebijakan politik, maupun birokrasi.

Semuanya itu bermuara pada ranah pendidikan formal. Ketika karut-marutnya sistem pendidikan, barulah sadar bahwa pendidikan karakter dinilai salah satu solusi mengantisipasi merosotnya moralitas anak bangsa belakangan ini.

"Persoalanya adalah bagaimana mengajarkan karakter jujur, sopan, mandiri, kerja keras, dan sebagainya pada anak-anak yang memiliki latar belakang kebudayaan dan cara berpikir kolektif yang beraneka ragam," katanya.

Dengan demikian, pendidikan karakter akan menemui kendala besar di lapangan atau telah kehilangan pegangan untuk membangun manusia Indonesia dengan pendekatan budaya.

Akar budaya tidak dimaksudkan dalam pembelajaran di sekolah yang ikut menentukan keutuhan kualitas lulusan yang dihasilkan. Salah satunya bahasa dan aksara daerah sebagai akar budaya, khususnya aksara, bahasa, dan sastra Bali yang selalu menjadi "cemoohan" bagi kaum terpelajar.

"Padahal, mereka justru dilahirkan dan dibesarkan oleh aksara, bahasa, dan sastra Bali itu sendiri," ujar Nengah Duija.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement