REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Kejaksaan Negeri Sragen menerima mandat dari Kejaksaan Tinggi Jateng untuk mengusut dugaan korupsi dana proyek Bansos (Bantuan Sosial) Pendidikan APBD Propinsi Jateng 2010/2011. Dana yang mengalir ke sini, tercatat ke 101 sekolah swasta.
Sekadar diketahui, mandat serupa juga diberikan Kejaksaan Tinggi Jateng ke Kejaksaan Negeri Boyolali. Bansos Pendidikan APBD I Jateng tercatat senilai Rp 1 milyar mengalir ke 300 sekolah swasta. Kejaksaan sudah memeriksa pihak pengelola yayasan maupun kepala sekolah penerima bantuan.
Penyidik mengakui menerima perintah bersama Kejari seluruh Jateng mengintensifkan penyelidikan dugaan korupsi penggunaan dana Bansos APBD I.
''Di Sragen ada 101 sekolah swasta dari jenjang PAUD hingga SMA, SMK yang mendapat dana itu. Sejak pekan lalu, kepala sekolah dan yayasan kami panggil untuk diperiksa,'' kata Yasin Joko Pratomo, kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sragen.
Menurut Yasin, karena pihak penerima Bansos cukup banyak, pemeriksaan dilakukan secara bertahap. Sekarang, penyidik baru memeriksa 70 orang kepala sekolah.
Pengakuan sementara kepala sekolah yang dipanggil sejak medio pekan lalu, dana Bansos yang besarannya antara Rp 10-50 juta itu diajukan lewat tiga jalur. Diantaranya, lewat bantuan oknum PDI Perjuangan, diajukan sendiri ke provinsi, dan lewat bantuan Dinas Pendidikan.
''Ya, dari pengakuan Kasek yang sudah kami panggil, sebagian ada yang ngaku bantuannya didapat lewat bantuan PDI Perjuangan. Tapi, bantuannya itu lewat anggota DPRD atau siapa kami tidak tahu. Lalu, ada juga yang mengajukan proposal sendiri ke provinsi dan ada yang lewat Dinas Pendidikan''.
Menurut Yasin, dari total hampir 70-an kepala sekolah yang sudah diperiksa, rincian jalur untuk mendapatkan bantuan antara yang lewat partai, diajukan sendiri, dan lewat dinas hampir berimbang.
Namun, sejauh ini pihaknya belum bisa memberikan gambaran, ''Apakah hasil pemeriksaan sudah mengerucut pada dugaan adanya korupsi atau belum''. Menurutnya, tim masih akan mengintensifkan pemeriksaan hingga 101 sekolah sampai tuntas terlebih dahulu.
Pemeriksaan lanjutan, kemarin, tim memanggil 20 kepala sekolah. Namun, hanya 18 orang yang datang. Dua sekolah tidak menghadirkan perwakilan dan tidak memberikan alasan. Ia memperkirakan dua sekolah itu mungkin akan datang di lain hari.
Ihwal materi pemeriksaan, Yasin menjelaskan, pada intinya masih sama, yakni seputar mekanisme pengajuan bantuan, pencairan, nominal bantuan yang diterima, dan peruntukan setelah dana cair.
Dalam pemeriksaan, kemarin, tim juga menemukan ada satu jatah Bansos yang terindikasi fiktif. Ini karena, pihak sekolah merasa tidak pernah mengajukan proposal dan tidak merasa mendapatkan dana. Namun, mengenai identitas sekolah, hingga kini masih dirahasiakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
''Ya, tadi ada salah satu perwakilan sekolah yang merasa tidak mengajukan proposal, dan juga tidak menerima bantuan. Berarti, indikasi memang fiktif. Karena, pihak sekolah tidak menerima, tapi ada dalam daftar penerima dana dari provinsi itu. Nominal bantuannya tidak besar sih, hanya Rp 14 juta,'' tambah Yasin.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sragen, Sugiyamto, mengaku tidak tahu menahu soal keterangan dari kepala sekolah yang menyebut mendapat dana lewat bantuan PDI Perjuangan.
Ia juga mendukung penuh pengusutan kasus ini. Sehingga siapa-siapa yang bersalah, atau terlibat bisa dikenakan sanksi sesuai hukum yang berlaku.