REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rata-rata rasio tingkat kepatuhan Wajib Pajak mengalami peningkatan. Di tahun 2013 Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat ratio Wajib Pajak sebesar 53,7 persen. Meski begitu angka ini masih jauh dari ideal yang seharusnya. Apalagi angka ini baru sebatas pada jumlah pelapor pajak, dan bisa jadi yang membayar pajak lebih sedikit jumlahnya.
Karena itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak, Ditjen Pajak melakukan berbagai upaya penegakkan hukum perpajakan. Ini tercermin dari tiga mekanisme utama yang dilakukan Ditjen Pajak, pemeriksaan, penagihan dan penyidikan. Pemeriksaan dilakukan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya atau kurang membayar pajak yang terutang.
Menurut Kabid Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia Muhyiddin Juniadi ada tiga alasan kenapa kesadaran masyarakat membayar pajak memang masih rendah. Pertama penegakkan hukum bagi pelanggar pajak belum maksimal. Dana pajak masih banyak diselewengkan oleh oknum tertentu. dan pendapatan per kapita Indonesia juga masih rendah dibanding negara lain.
Dalam upaya menyadarkan masyarakat membayar pajak, Muhyiddin menyebutkan, pajak sama layaknya zakat dalam Islam. Keduanya sama-sama sesuatu yang wajib dijalankan dan demi kepentingan bersama. "Dalam agama, membayar zakat itu wajib mambayar pajak itu keharusan," katanya.
Yang terpenting menurutnya, tiga mekanisme yang disiapkan Ditjen Pajak dijalankan oleh orang-orang yang memiliki integritas tinggi. Penegakkan hukum lewat moralitas pegawai pajaknya. "Mekanisme kumpulnya sudah bagus, tapi manusia yang menjalankannya juga harus bermental baja, tidak mudah disogok," ujarnya.
Karena itu, dirinya tidak mempermasalahkan soal penggunaan tenaga kerja outsourcing debt collector sama seperti yang dilakukan oleh Australian Tax Organization (ATO). Mengingat saat ini total pegawai Ditjen Pajak baru 30 persen dari total idealnya. Yang penting Ditjen Pajak bisa mengedepankan aspek moralitas seluruh pagawainya.
"Soal mekanisme pengambilan pajak bisa dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan kondisi lokal," lanjutnya.
Hanya Australia menurutnya, masyarakatnya tak perlu lagi ditakut-takuti untuk membayar pajak. Karena mereka yang memiliki aturan yang tegas soal hukuman yang diberikan. Dan bagi mereka yang membayar pajak pemerintahnya memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasinya.
Untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak, tambahnya, memang bukan hal yang mudah. Semua harus dilakukan secara simultan dan paralel. Pemerintah, imbau Muhyiddin, harus melakukan perbaikan lewat transparansi publik.
Misalnya, memberikan laporan-laporan secara menyeluruh tentang pendapatan di sektor perpajakan. Semua penggunaan uang rakyat itu juga harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Harus ada laporan yang bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Berapa pajak yang berhasil terkumpul, berapa yang digunakan dan untuk kepentingan apa. Dan semua itu bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. "Kalau tidak ada langkah-langkah itu saya khawatir warga tidak mau membayar pajak," katanya.
Disisi penegakkan hukumnya (law enforcement) dirinya juga meminta kepada pemerintah untuk terus menggalakkannya. "Mereka yang menyalahgunakan, memanipulasi, mengemplang pajak itu harus betul-betul dimejahijaukan biar ada efek jera," tuturnya.
Kasus tindak pidana dibidang perpajakan terus mengalami peningkatan dari kurun waktu 2008-2012. Dengan total kerugian negara mencapai Rp 1,684 triliun dari berkas yang selesai dilakukan penyidikan oleh Ditjen Pajak dan berkasnya dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P-21). Selama periode itu dari 105 kasus dilanjutkan ke tahap penuntutan di pengadilan, 85 diantaranya divonis penjara dengan total denda pidana sebanyak Rp 4,36 triliun. "Aparat penegak hukum harus dilibatkan oleh Ditjen Pajak, seluruh komponen harus saling bekerja sama," katanya.
Kerja sama Ditjen Pajak dan Polri ini diperlukan untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan ini. Karena itu, tahun 2012 lalu, Ditjen Pajak bersama Polri menandatangani nota kesepakatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan dengan Kepolisian RI. Kerja sama dilakukan dalam hal penyidikan perpajakan, pengamanan kegiatan dan pelaksanaan tugas DJP serta pemanfaatan data dan informasi untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak.
Dan untuk memaksimalkan kerja aparat penegak hukum ini, Muhyiddin juga setuju jika polri dan kejaksaan ditatar secara intensif mengenai sistem perpajakan Indonesia. "Dibarengi dengan pembinaan secara mental yang berkesinambungan," ujarnya.
Terlepas dari itu semua, secara pribadi Muhyiddin mengungkapkan ikut menegakkan hukum perpajakan dengan mengingatkan orang-orang disekitarnya membayar pajak. Muhyiddin berjanji akan menasihati dan melaporkan jika ada rekannya yang tidak membayar pajak.
"Saya akan menasihati mereka, sesungguhnya membayar pajak sama dengan zakat. Kalau pajak ada dimensi religiusnya, pajak ada dimensi sosial," ujarnya. (adv)