REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus melakukan sosialisasi kepada produsen dan suplier mainan anak untuk memproduksi mainan sesuai standar nasional industri (SNI). Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti mengakui suplier mainan masih kesulitan mendapatkan label SNI dari lembaga sertifikasi produk (LS Pro).
"Kita paham masih terbatas. Tapi pemerintah ingin berkomunikasi terus dengan semua pihak," ujar Bayu di sela acara Indonesia Investment Summit 2013, Kamis (7/11).
Kementerian memang sudah menetapkan SNI untuk mainan anak melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang pemberlakuan standar nasional industri (SNI) Mainan Anak. Namun kementerian masih memberi kelonggaran bagi suplier sampai Mei 2014. Hingga saat itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan mengajak semakin banyak pembangunan LS Pro.
Bayu juga mengharapkan adanya kontribusi kampus untuk terlibat dalam sertifikasi SNI. Dukungan dari universitas akan membantu pengembangan sertifikasi di Indonesia, terutama melalui keterlibatan sarjananya untuk LS Pro.
Tidak hanya untuk mainan, tetapi juga SNI lain termasuk Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). "Banyak sekali kegiatan verifikasi dan akreditasi yang berujung pada sertifikasi," kata Bayu.
Bayu mengaku, saat ini tidak mengetahui berapa jumlah suplier mainan anak. Saat ini suplier masih bisa memasukkan pasarnya ke toko ritel. Namun jika aturan ditegakkan, seluruh suplier sudah harus memiliki label SNI. "Kita tidak mau mematikan penjualan karena nilainya cukup besar. Tapi kita ingatkan suplier pada saatnya nanti aturan harus ditegakkan," ujar Bayu.
SNI mainan anak yang tertuang dalam peraturan menteri diantaranya tidak boleh memiliki tepi tajam dan tidak mengandung bahan yang dikatergorikan setara formalin. Mainan anak yang terpisah harus disertai petunjuk jelas untuk memainkannya dan tidak boleh ditujukan untuk anak di bawah umur tiga tahun.