Selasa 29 Oct 2013 14:40 WIB

Saksi: Penyidik Pajak Minta Duit 150 Ribu Dolar AS

Rep: Irfan Fitrat/ Red: A.Syalaby Ichsan
Penyuapan (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Penyuapan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Timur M Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto, ternyata tidak hanya menerima uang dari PT Master Steel.

Keduanya disebut juga menerima uang dari Bagian Keuangan PT Nusa Raya Cipta (NRC) sebesar 150 ribu dolar AS. Keterangan itu muncul dari Staf Bagian Keuangan PT NRC Handoko Tedjowinoto saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (29/10).

Handoko mengatakan, pemberian uang itu bermula dari adanya pemeriksaan bukti permulaan PT NRC terkait adanya indikasi penggunaan faktur pajak fiktif yang diterbitkan PT Printo Jaya Prima. Dalam surat dakwaan, disebut nilai PPn Rp 55. 160 juta. Dian dan Eko merupakan bagian tim pemeriksanya. "Mereka bilang ini bisa dinaikkan (statusnya)," kata Handoko.

Menurut Handoko, pihaknya sudah memberikan bukti pendukung terkait dugaan penggunaan faktur pajak fiktif itu. Tetapi, ia mengatakan, Dian dan Eko seperti tidak menghiraukan bukti pendukung itu.

Malah, menurut dia, kedua penyidik itu tetap bersikukuh adanya penggunaan faktur pajak fiktif.  "Mereka selalu bilang ini harus ada yang bertanggung jawab. Padahal kita sudah berikan bukti pendukung," kata dia. 

Handoko mengatakan, berdasarkan informasi penyidik, PT Printo tidak pernah melaporkan PPn. Padahal, menurut dia,  PT NRC sudah melakukan pembayaran ke PT Printo. Ia mengatakan, PT NRC memang menggunakan jasa perusahaan tersebut. "Tapi mereka selalu mengulangi kalimat PPn fiktif," ujar dia.

Setelah itu, menurut Handoko, kedua terdakwa menyampaikan pemeriksaan bisa dihentikan. Ia mengetahui ada permintaan uang. Menurut Handoko, permintaan uang itu terjadi setelah kedua penyidik bertemu dengan Direktur Teknik dan Pengembangan PT NRC Firman Lubis. "Karena selama ini berhubungan dengan saya, terus saya yang harus bertanggung jawab," kata dia. 

Menurut Handoko, Eko menyampaikan permintaan dana sesuai 'tanggal Natal'. Ia menjelaskan, maksudnya senilai Rp 25 miliar.  Namun, ia mengatakan, tidak mempunyai uang sebesar itu.

Ia awalnya memberikan dana sebesar 120 ribu dolar AS. Handoko mengaku memenuhi permintaan itu karena stres terus ditekan soal adanya faktur fiktif. "Diintimidasi kasus dinaikkan," ujar dia. 

Handoko mengatakan, penyerahan uang 120 ribu dolar AS terjadi sekitar November 2012 di dekat rumah makan di bilangan Jakarta Timur. Uang itu dibungkus dengan amplop coklat. Sekitar sepekan kemudian, menurut Handoko, ada permintaan dana tambahan. "Sisa uang tinggal 30 ribu dolar," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement