Jumat 25 Oct 2013 22:19 WIB

Sahkan RUU APBN 2014, DPR Tetap Kritik Pemerintah

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Suasana rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Suasana rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2014 baru saja disahkan menjadi UU APBN oleh DPR. Meski pun seluruh fraksi menyetujui rancangan tersebut, sejumlah kritik masih harus ditelan pemerintah.

Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit menyampaikan pandangan dari sejumlah fraksi. Kritik terutama dilayangkan kepada komitmen pemerintah untuk mengurangi subsidi.

"Fraksi PDI Perjuangan berpendapat pemerintah harus mengendalikan subsidi bahan bakar minyak agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan yaitu 48 juta kiloliter, sehingga kuota tidak jebol terus menerus," kata Ahmadi dalam laporannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (25/10).

Dalam paparannya, pemerintah akan memberikan subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LVG sebesar Rp 210,73 triliun. Total subsidi energi mencapai Rp 282,1 triliun.

Selain kritik soal subsidi, DPR juga mengkritik soal lemahnya perencanaan dan kemampuan analisis pemerintah. "Hal ini menunjukkan pemerintah belum memiliki kebijakan kokoh dalam mengantisipasi perubahan dan perlambatan ekonomi global," kata Ahmadi.

Pemerintah diminta perlu meningkatkan terobosan kebijakan untuk memperkuat daya saing ekonomi dan menarik investasi. Pemerintah juga didesak untuk bersungguh-sungguh mewujudkan ketahanan pangan.

Fraksi PPP menyatakan pemerintah perlu melakukan efisiensi dalam pengelolaan migas, terutama cost recovery. Termasuk mendorong perbaikan iklim investasi di sektor migas, meningkatkan kinerja perusahaan milik negara di sektor migas dan melakukan audit secara rutin terhadap jumlah produksi semua pemilik contractor production sharing (KPS).

Sementara Fraksi PKB mendukung upaya pemerintah dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja kementerian dan lembaga. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pemberian penghargaan dan sanksi.

Pemerintah juga diminta untuk memperhatikan volatilitas perkembangan pasar Surat Berharga Negara (SBN) dalam negeri dan mencermati risiko pembalikan dana asing secara tiba-tiba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement