REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan (PDIP) akan membeberkan karut-marut daftar pemilih hampir di seluruh Indonesia bila rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional tetap dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (23/10) siang.
"Kami yakin data pemilih masih amburadul, ga ada keyakinan bagi kami DPT segitu (KPU sampaikan DPT sementara 186.127.400). Kami bisa tunjukkan datanya," kata politisi PDIP, Arif Wibowo, usai rapat dengar pendapat dengan KPU dan Bawaslu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/10) dini hari.
Wakil Ketua Komisi II itu menilai, bila KPU bersikeras DPT diplenokan hari ini sama artinya mencerminkan pemilu ke depannya tidak akan berkualitas. Sebab, dalam penyampaian perkembangan penetapan DPT dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi masih ditemukan banyak persoalan.
PDIP, menurut Arif, telah melakukan penelusuran terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) di hampir seluruh wilayah Indonesia. Ditemukan data-data yang anomali dan sulit diterima bahwa DPT yang telah ditetapkan itu merupakan data paling faktual. Bahkan ditemukan indikasi penggelembungan jumlah daftar pemilih.
Arif mencontohkan temuan PDIP di Provinsi Jawa Barat. Di daerah yang menjadi salah stau lumbung suara PDI-P itu ditemukan 4 juta lebih pemilih bermasalah. "Kemudian di Jateng ada 2 juta pemilih bermasalah, di Jatim sampai 5 juta pemilih. Di Banten dan Yogyakarta juga banyak sekali yang masih bermasalah," kata Arif.
Data di lima provinsi itu juga dianggap ganjil karena ditemukan lebih dari 70 persen penduduk yang tercatat sebagai pemilih. Padahal, batas kewajaran 60 hingga 70 persen penduduk masuk dalam DPT. Permasalahan lainnya, sebagian besar masih belum lengkapnya elemen data pemilih. Seperti nama, tempat dan tanggal lahir, nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (NKK), serta alamat.
"Ini kan enggak sesuai UU Pmeilu, lima unsur itu harus terpenuhi dalam data pemilih. Berarti secara struktural KPU melanggar UU," ujar Arif. Karena itu, PDI-P dikatakan Arif meminta KPU untuk menunda penetapan DPT nasional. Dan melakukan koreksi lagi terhadap data-data bermasalah yang dinilai masih belum rampung.