REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Inspektur Bidang Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Rahman Ritza mengatakan, modus kasus suap restitusi pajak yang dilakukan dua mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan satu wajib pajak mirip modus yang dilakukan pada kasus Gayus Tambunan.
"Salah satu caranya sederhana seperti itu (kasus Gayus)," katanya dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Mantan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomonan Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang dan penggelapan karena kasus mafia hukum serta mafia pajak karena memiliki rekening gendut diduga gratifikasi senilai Rp28 miliar.
Rahman mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti kasus suap restitusi tersebut dengan membentuk tim seperti dalam kasus Gayus. "Untuk tindak kasus lanjut kasus, kita akan bikin tim, tetapi untu wajib pajak yang masih punya masalah akan kita usut," katanya.
Dia mengaku pengawasan internal Ditjen Pajak berjalan dan ada prosedur dan pejabat yang khusus melakukan tugas tersebut. "Intinya, mereka pastikan ada pengawasan internal dan ada direktur operasional yang mengawasi," katanya.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadir Eksus) Bareskrim Polri Kombes Pol Rahmat Sunanto juga mengatakan akan menindaklanjuti penyidikan.
Kasus suap restitusi pajak terungkap karena tertangkapnya dua mantan pegawai pajak, Denok Taviperiana (DT) dan Totok Hendritatno (TH) yang terbukti menerima suap dari Komisaris PT Surabaya Agung Industry Pulp and Paper (SAIPP), Berty (B) dalam pengurusan restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran) pajak senilai Rp21 miliar.
Kombes Rahmat menjelaskan penangkapan dilakukan berdasarkan laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada 2010.
Laporan tersebut berisi transaksi mencurigakan dalam rekening DT dan TH sepanjang 2005-2007 yang mencapai Rp1,6 miliar. Diketahui, ada sembilan kali transaksi aliran dana antara B dan TH, dan ada sekitar tujuh kali transaksi antara B dan DT.
Pada 2011, Kementerian Keuangan lalu melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri untuk ditindak secara pidana. Selanjutnya, setelah mengumpulkan alat dan bukti yang cukup, pihak Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap ketiganya. "Karena sudah cukup bukti, akhirnya ditangkap dan ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut," katanya.
Ketiganya ditangkap Senin (21/10) di dua tempat berbeda dan untuk sementara ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri.
Ada pun sejumlah dokumen ekspor impor perusahaan, dokumen transaksi keuangan serta dokumen pemblokiran para tersangka kini menjadi bukti kasus tindak pidana pencucian uang itu.
Atas perbuatannya, ketiganya dijerat Pasal 5, 11, 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan 6 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.