REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat menyebutkan pemerintah berhasil membebaskan 133 dari sekitar 300 WNI/TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati karena terlibat kasus hukum.
"Itu keberhasilan yang signifikan, pemerintah tetap berupaya melakukan advokasi mengurangi masa hukuman mereka yang terancam hukuman mati," kata Jumhur menjawab wartawan di Indramayu, Jawa Barat (Jabar), Senin (21/10).
Saat berdialog dan meresmikan kelompok peternak "Griya Embek" yang dijalankan para TKI purna di Desa Gelarmandala, Balongan, Indramayu, Jumhur mendapat pertanyaan dari Darlem, ibunda Nurhayati yang terbebas dari hukuman mati di Singapura, soal keinginannya untuk menemui anaknya.
Nurhayati semula diancam hukuman mati oleh pengadilan Singapura setelah membunuh majikannya pada 2010, dan berkat upaya pemerintah membela kasusnya, terlebih Nurhayati saat dipekerjakan pada 2010 masih 17 tahun atau di bawah usia minimal TKI 21 tahun, vonis hukuman menjadi 20 tahun. "Ibunda Nurhayati silakan kami fasilitasi untuk bertemu Nurhayati di penjara Singapura," kata Jumhur.
Kepala BNP2TKI menyebutkan WNI/TKI terancam hukuman mati di luar negeri karena membunuh dengan berbagai alasan untuk membela diri atau berkelahi dengan sesama WNI/TKI atau pekerja asing atau bahkan merasa mendapat bisikan gaib untuk membunuh anak majikan.
Ada pula yang terancam hukuman mati karena terlibat penyelundupan narkoba, seperti terjadi pada 80 persen dari 177 WNI/TKI di Malaysia, 22 orang WNI/TKI di Cina, dan sejumlah lain di Iran serta beberapa negara lain.
Jumhur menegaskan BNP2TKI berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI untuk melakukan advokasi bagi WNI/TKI yang menghadapi persoalan hukum di luar negeri.