Senin 21 Oct 2013 12:21 WIB

Siraman GKR Hayu-KPH Notonegoro Gunakan Air dari Tujuh Sumber

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad
Putri keempat Raja Keraton Ngayogyakarta Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu (kiri) didampingi calon suami, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, saat jumpa pers di Keraton Yogyakarta, Jumat (11/10).
Foto: Antara
Putri keempat Raja Keraton Ngayogyakarta Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu (kiri) didampingi calon suami, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, saat jumpa pers di Keraton Yogyakarta, Jumat (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Siraman merupakan salah satu rangkaian acara  pernikahan GKR Hayu dan KPH Notonegoro yang dilaksanakan di hari pertama (Senin, 21/10).

Pada upacara siraman yang dimulai pukul 10.55, permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas, Senin (21/10) memimpin langsung upacara siraman GKR Hayu  dengan KPH Notonegoro.

Upacara siraman calon pengantin putri dan pria dilakukan secara terpisah yakni GKR Hayu di Bangsal Sekar Kedathon dan KPH Notonegoro di Bangsal Kasatriyan, Kompleks Kraton Yogyakarta.

Siraman dilakukan sebagai simbol menyucikan diri. Siraman diharapkan dapat menjadikan seseorang bersih secara jasmani maupun rochani.

Sebelum siraman, GKR Pembayun yang merupakan kakak dari GKR Hayu mengutus adiknya GKR Maduretno yang didampingi oleh abdi dalem Sipat Bupati dan abdi dalem Keparak untuk mengambil air dari tujuh sumber.

Siraman menggunakan air dari tujuh sumber di Kraton (Dalem Bangsal sekar Kedhaton, Dalem Regol Manikhantoyo, Dalem Bangsal Manis, Dalem Regol Gapura, Dalem Regol Kasatriyan, Dalem Kasatriyan Kilen dan Gadri Kagungan Dalem Kasatriyan).

"Hal itu melambangkan bahwa semua yang memiliki hajatan adalah Sultan dan semua yang ada di Kraton sudah mendapatkan restu," Kata Ketua Panitia Penyelenggara Prosesi Pernikahan di Kraton Yogyakarta KRT Yudahadiningrat.

Di samping itu tujuh sumber itu melambangkan petunjuk. Sehingga diharapkan para calon pengantin dalam menjalani kehidupannya mendapat petunjuk  dan pertolongan dari Allah Swt.

Tujuh sumber air itu ditaburi kembang setaman, yakni roncean bunga-bunga yang mempunyai makna supaya perilaku sehari-hari selalu memberikan keutamaan dan contoh.

Air tersebut kemudian diguyurkan ke tubuh calon mempelai putri GKR Hayu yang di kepala dan tubuhnya dibalut dengan roncean bunga melati. Guyuran pertama dilakukan oleh ibunda calon mempelai putri GKR Hemas.

Kemudian dia memborehkan mangir di badan GKR Hayu dengan beberapa warna antara lain: berwarna kuning simbol kemuliaan, biru simbol kekuatan jiwa raga, putih lambang membersihkan lahir dan batin). 

Lalu siraman dilanjutkan sesepuh keluarga Kraton (GBRAy Murdokusumo (Kakak HB X), BRAy. Purboyo (adik HB IX) dan guyuran terakhir siraman dilakukan Mooryati Soedibyo. Yang melakukan siraman jumlahnya selalu ganjil sebagai lambang keabadian dan tanda pengakuan segala kekurangan.

Prosesi terakhir siraman berupa pemberian air dari klenthing untuk berwudu oleh Nyai Kangjeng Raden  Penghulu Dipodiningrat kepada GKR Hayu.

Setelah air dari klenthing habis, klenthing dipecahkan GKR Hemas sambil berkata, 'Kanthi pecahing klenthing iki, pecah pamore anakku (red. bersamaan dengan pecahnya klenthing ini, pecah pula pamor anak saya).'

"Pecahnya klenthing tersebut memiliki simbol pecah pamor yakni keluarnya pesona dari calon mempelai. Diharapkan, setelah ini, calon mempelai tersebut akan semakin cantik dan manglingi (membuat setiap orang tidak mengenal saking cantiknya)," kata kakak Sultan Hamengku Buwono X, GBRAy. Murdokusumo.

Siraman calon pengantin putri berlangsung sekitar 15 menit. Upacara dilanjutkan dengan merias diri calon mempelai putri di emper Sekar Kedhaton sebelah timur oleh perias Tienuk Rifki.

Salah satu proses merias yang dilakukan adalah mengerik rambut dahi calon mempelai perempuan. Hal ini adalah simbol dari pembersihan diri dari hal-hal buruk.

Selanjutnya di Bangsal Kasatriyan dilakukan prosesi siraman calon mempelai pria. Siraman untuk mempelai pria juga menggunakan air dari tujuh sumber di Kraton. Siraman dilakukan ibunda calon mempelai putri, ibunda calon mempelai pria, dan sesepuh-sesepuh lainnya.

Urut-urutan siraman pada calon mempelai pria KPH Notonegoro sama seperti yang dilakukan pada calon mempelai putri. Upacara siraman ini semuanya dilakukan perempuan. Alasannya adalah para perempuan merupakan ibu yang merawat anak-anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement