REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap GM Sumatra Light South (SLS) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah. Dua dari tiga hakim menyatakan Bachtiar telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya pihak lain senilai 221.327 dolar AS dalam proyek bioremediasi di Riau.
"Menyatakan terdakwa Bachtiar Abdul Fatah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim Antonius Widijantono, saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/10).
Selain pidana penjara, Bachtiar juga diminta membayar denda senilai Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Bachtiar dinilai melanggar Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan subsidair.
Bachtiar dinilai telah menyalahgunakan wewenangnya karena menandatangani kontrak bridging dengan Direktur PT Sumigita Jaya (PT SGJ), Herland bin Ompo pada 1 September 2011. Nilai kontrak itu 741.402 dolar AS. Kontrak itu berdurasi enam bulan, hingga Februari 2012.
Dalam pertimbangannya, hakim Antonius mengatakan, PT SGJ tidak bergerak di bidang pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Perusahaan itu juga dinilai tidak memiliki izin untuk melakukan pengolahan lahan tercemar minyak secara biologis dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Padahal, dalam melakukan bioremediasi diperlukan izin dari KLH.
Bachtiar dinilai mengetahui PT SGJ tidak memenuhi persyaratan mengerjakan proyek bioremediasi. Hakim anggota Annas Mustaqim menyebut perizinan pengolahan tanah terkontaminasi limbah B3 Chevron juga sudah habis dan dalam tahap pengurusan perpanjangan.
Sehingga Chevron dan PT SGJ dinilai sama-sama tidak mempunyai izin dari KLH. Selain itu, PT SGJ juga ditunjuk langsung oleh panitia pengadaan yang tidak mempunyai sertifikat dari BP Migas. "Tetapi, terdakwa tetap menandatangani kontrak bridging tanggal 1 September 2011," kata dia.
Perbuatan Bachtiar dinilai telah bertentangan dengan Keputusan Menteri LH Nomor 128/2003. Selain itu, berdasar keterangan ahli, PT SGJ tidak melakukan kegiatan bioremediasi. Karena ahli menyebut tanah tidak terkontaminasi minyak sehingga tidak perlu dilakukan bioremediasi.
Namun proyek tetap berjalan dan Herland atau PT SGJ sudah menerima pembayaran 221.327 dolar AS. Karena Chevron bekerja sama dengan BP Migas dengan sistem cost recovery, maka nilai itu dianggap sebagai kerugian negara.
Namun, Bachtiar dinilai tidak turut menikmati hasil tersebut. Sehingga, hakim tidak menjatuhkan vonis bagi Bachtiar untuk mengganti kerugian negara. "Terdakwa tidak dihukum membayar uang pengganti," kata hakim Antonius.