Jumat 11 Oct 2013 20:50 WIB

Janendri: Hakim MK Akan Kooperatif degan KPK

 Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva (kiri) bersama Sekjen MK Janedri M Gaffar saat memberikan keterangan pada wartawan, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/10).   (Republika/Adhi Wicaksono)
Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva (kiri) bersama Sekjen MK Janedri M Gaffar saat memberikan keterangan pada wartawan, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/10). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa hakim konstitusi akan bersikap koorperatif dengan KPK jika dipanggil untuk menjadi saksi atas tersangka kasus sengketa Pilkada Kabupaten Lebak Banten, Akil Mochtar.

"Hakim konstitusi akan bersikap kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Janedri sesaat keluar dari Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, Jumat malam.

Ia mempersilakan KPK untuk memeriksa Hakim Konstitusi di MK. Berdasarkan informasi, KPK telah melayangkan surat pemanggilan kepada Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Anwar Usmani untuk diperiksa pada hari Rabu (16/10). "Prinsipnya hakim konstitusi harus dan akan memenuhi panggilan KPK. Prinsipnya hakim MK pasti taat," ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. menyatakan bahwa KPK tidak memerlukan izin dari Presiden untuk memanggil seorang hakim konstitusi. Hal itu tertuang dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa KPK dalam melakukan penyidikan tidak perlu melalu prosedur yang biasanya dilakukan kepada pejabat negara.

Selanjutnya, dalam Pasal 46, dijelaskan bahwa tidak perlu ada izin dari Presiden.

"Kalau di dalam pasal MK, Pasal 6 Ayat (3), perlu izin untuk tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung. Itu perlu izin Presiden. KPK kan tidak di bawah Jaksa Agung. Jadi, itu tidak berlaku," jelas Johan.

KPK menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Lebak bersama dengan sejumlah tersangka lain pada hari Kamis (3/10).

Akil Mochtar diciduk KPK setelah tertangkap tangan penyidik KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu (2/10) malam, di kediamannya di Kompleks Widya Chandra III No. 7 bersama dengan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nhalau.

Ia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam dua kasus dugaan suap pemyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Lebak, Banten.

KPK menetapkan enam tersangka untuk dua kasus tersebut. Pada kasus sengketa Pilkada Gunung Mas, KPK menetapkan AM (Akil Mochtar) dan CN (Chairun Nisa) sebagai tersangka penerima suap.

Sementara itu, Bupati Gunung Mas HB (Hambit Bintih) dan seorang pengusaha CHN (Cornelis Nhalau) diduga sebagai pemberi suap. Disita uang senilai 284.050 dolar Singapura dan 22.000 dolar AS yang dimasukkan dalam beberapa amplop cokelat. Total uang jika dihitung dalam rupiah senilai Rp3 miliar.

Dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, AM (Akil Mochtar) dan seorang pengacara STA (Susi Tur Andayani) ditetapkan sebagai penerima suap.

TCW (Tubagus Cherry Wardana) yang merupakan merupakan adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah dan suami dari Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, ditetapkan sebagi tersangka pemberi suap. Sebagai barang bukti, penyidik KPK menyita uang senilai Rp1 miliar bentuk lembaran 100 ribu dan 50 ribu dimasukkan ke dalam tas travel berwarna biru.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement