REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir mengeluhkan kamarnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pasir Putih, Pulau Nusakambangan, Cilacap, terasa pengap pada malam hari.
"Sel beliau berada di belakang dan ventilasinya sangat kecil, sehingga kalau malam terasa pengap dan kepanasan," kata Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan di Cilacap, Kamis (10/10). Michdan mengatakan hal itu kepada Antara usai mengunjungi Ustad Abu Bakar Ba'asyir yang saat ini menghuni Lapas Pasir Putih, Pulau Nusakambangan.
Dia mengatakan bahwa permasalahan kondisi sel atau kamar Ba'asyir yang pengap sudah dibicarakan dengan Kepala Lapas Pasir Putih. Selain itu, kata dia, Ba'asyir juga mengeluhkan buku-buku yang dikirim dari luar lapas tidak pernah sampai ke tangannya.
"Menurut saya, kalau buku-buku itu beredar di tempat umum, mestinya tidak ada masalah. Saya kira itu hak asasi, beliau butuh pencerahan-pencerahan pemikiran. Jadi, saya masih meneliti kriteria buku-buku apa yang sebetulnya tidak boleh dikonsumsi oleh beliau," katanya.
Disinggung mengenai kondisi Ba'asyir, Michdan mengatakan bahwa secara umum dalam keadaan sehat meskipun ada sedikit permasalahan di asam urat. "Ada keluhan-keluhan di lutut dan persendiannya," kata dia. Pihaknya masih berkoordinasi dengan Lapas Pasir Putih terkait rencana pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap Ba'asyir yang diharapkan dapat dilaksanakan di rumah sakit terdekat dari Nusakambangan.
Di samping itu, pihaknya saat ini masih mempersiapkan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang dituduhkan kepada Ba'asyir. "Ada beberapa hal atau masukkan yang beliau berikan karena dalam konteks tuduhan, beliau dianggap melakukan teror dan memberikan bantuan di Aceh," katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Abu Bakar Ba'asyir, sehingga yang bersangkutan mengajukan banding. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan hukuman sembilan tahun penjara untuk Ba'asyir.
Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 332/Pid/2011 PT.DKI pada Oktober 2011. Dalam hal ini, MA membatalkan putusan hukuman sembilan tahun penjara dan kembali pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yakni 15 tahun penjara.