REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengatakan tidak perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang Undang (UU) atau Perppu untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia, untuk menyelamatkan MK hanya cukup dibentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) MK yang anggota berasal dari usulan Presiden, Mahkamah Agung (MA), DPR, KY, dan dari MK yang sekaligus bertindak menjadi ketua MKH.'
''Itu idealnya. Tapi saya sudah capek menjelaskannya jadi terserah pemerintah saja maunya apa,'' ujar Jimly saat dihubungi Republika, di Jakarta, Selasa (8/10).' 'Perrpu MK itu inkonstitusional, karena kasus MK tidak membuat negara dalam keadaan genting atau berbahaya sehingga bersifat memaksa. Jadi tidak perlu ada Perppu karena tidak menyelesaikan masalah,'' jelas Jimly yang frustrasi dengan sikap pemerintah yang hendak memaksakan diterbitkannya Perppu.
Bahkan, Jimly menyebut rapat mendadak Presiden dengan lembaga-lembaga tinggi negara, diluar MK, ibaratnya sebagai forum arisan yang melahirkan keputusan yang sebegitu penting dalam menentukan eksistensi relasi antarlembaga negara.
''MK tidak diajak rapat tapi mengajak lembaga-lembaga tinggi negara yang lain yang tidak ada kepentingannya. Inikan seolah-olah negara mengadili MK. Tidak ada urusannya lembaga tinggi negara itu mengurusi penyelesaian kasus MK. Ini jelas negara berusaha mengebiri dan mempereteli kekuasaan MK,'' ungkap Jimly.
Ditegaskan Jimly, kasus suap Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini merupakan masalah kejahatan yang harus dipisahkan dengan kelembagaannya. Jadi harus segera dihilangkan hubungan pribadi dan lembaga.
''Ini masalah kejahatan, tanggung jawab pribadi, seperti kasus Andi Malaranggeng di Kemengpora yang segera diputusakan hubungan lembaga dan orangnya, kan selesai masalahnya,'' tegas Jimly.