Senin 07 Oct 2013 14:18 WIB

Yusril: Jika Perppu Diuji Materi, Hakim MK Harus Mundur

Yusril Ihza Mahendra
Foto: Antara
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang sedang digodok oleh istana terkait Mahkamah Konstitusi dinilai tak bisa diujimaterikan.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, MK tak berwenang menguji Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, hakim konstitusi akan menemui kendala jika menerima uji materi Perpu tersebut.

"Dalam pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman diatur wajibnya hakim mundur dari majelis kalau mengadili perkara yang dia berkepentingan dengan perkara tersebut,"ujarnya lewat pesan singkat kepada RoL, Senin (7/10).

Sementara, ujarnya,  sembilan hakim yang saat ini duduk di MK berkepentingan dengan Perppu tersebut. Mereka pun harus mundur dari majelis jika beleid ini diujimaterikan. "Maka kursi hakim MK akan kosong, tidak ada yang boleh memeriksa perkara tersebut,"jelasnya. 

Yusril menambahkan, salah satu syarat untuk menjadi hakim MK adalah harus seorang negarawan. Syarat tersebut tidak ada pada jabatan lain, bahkan presiden.

"Pertanyaannya, apakah hakim MK pantas disebut negarawan jika mengadili pengujian UU MK sendiri yang mereka berkepentingan?‬"

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya menyampaikan sedang menyiapkan Perppu terkait MK.  SBY menjelaskan, Perpu tersebut akan mengatur tentang prosedur seleksi hakim konstitusi yang memimpin MK.

Meski enggan berkomentar, Mahkamah Konstitusi menilai, Perppu tersebut berpotensi untuk menjadi perkara uji materi di MK. 

"Itu potensial menjadi perkara MK sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010," kata Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva, yang didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya saat konferensi pers di Jakarta pada Ahad (6/10) dinihari.

Inisiatif presiden ini dilakukan setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan ketua MK Akil Mochtar yang diduga terlibat kasus suap terkait penanganan perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemiulkada) Lebak dan Gunung Mas. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement