REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mengizinkan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah untuk berhaji jika sudah pernah sebelumnya. Apalagi, Atut telah dicegah ke luar negeri sejak Kamis (3/10) terkait kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dalam penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Lebak.
"KPK tentu tidak melarang seseorang untuk melaksanakan kewajiban ibadah haji. Kewajiban pergi haji itu sekali kalau tidak salah, yang kedua kali, tiga kali kan tidak wajib. Kalau bukan kewajiban artinya KPK menganggap Ratu Atut Chosiyah ini masih diperlukan kehadirannya di Indonesia," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP di Jakarta, Jumat (4/10).
Ia menambahkan, sampai saat ini belum ada permohonan izin dari Atut untuk melakukan ibadah haji. Kalau memang Atut sudah mengajukan permohonan untuk ibadah haji, baru pimpinan KPK akan memutuskan dan memberi jawaban.
Selama ini, KPK juga tidak pernah menemui adanya seorang yang telah dicegah ke luar negeri kemudian izin untuk ibadah haji namun melarikan diri.
KPK, katanya, telah memiliki rencana pemeriksaan terhadap orang nomor satu di Banten tersebut. Hanya saja, belum diketahui kapan. Ia juga menyatakan, proses penyidikan belum dikembangkan ke arah Atut sebagai tersangka dalam kasus yang menjerat adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Namun, ujarnya, pengembangan kasus ini akan mengarah kepada pemberi dan penerima suap lainnya. Untuk tersangka baru, akan tergantung tim penyidik melihat bukti yang ada.
"Terlalu dini kalau kita menyimpulkan ada pihak lain terlibat atau tidak. Itu nanti kalau ada bukti-bukti yang berkaitan dengan temuan dalam proses penyidikan, tentu akan dikembangkan," ujarnya.