REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan sangat memungkinkan bagi seorang hakim konstitusi melakukan praktik korupsi seorang diri dalam perkara pemilihan kepala daerah.
"Kemungkinan keterlibatan hakim lain (dalam kasus Akil Mochtar) mungkin saja. Tapi bisa saja satu perkara dimainkan satu orang hakim sendirian dengan cara menelepon pihak yang menang sebelum putusan dilakukan, padahal sebenarnya perkara sudah selesai di tingkat majelis panel," kata Mahfud MD dalam konferensi pers pernyataan sikap lembaga Presscode terkait kasus yang melibatkan Ketua MK Akil Mochtar di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan biasanya, putusan atas perkara sengketa pilkada sudah diambil kesepakatan oleh tiga majelis panel konstitusi sepekan sebelum pembacaan putusan.
Pada rentang waktu sebelum pembacaan putusan tersebut satu orang oknum hakim bisa saja menelepon pihak yang jelas-jelas sudah pasti menang, dengan mengiming-imingi kemenangan dengan syarat menyerahkan dana tertentu. "Itu yang biasa terjadi. Biasanya teleponnya ke pengacara yang bersangkutan," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan dalam perkara gugatan pilkada kasus biasa saja, biasanya putusan dilakukan tiga orang majelis panel (bukan oleh sembilan hakim konstitusi) sehingga hal itu semakin memudahkan seorang hakim melakukan praktik korupsi seorang diri.
"Jadi gampang saja itu. Kalau perkara biasa saja kan putusan cukup diambil tiga hakim majelis panel, ketiganya nanti cukup laporan saja ke hakim-hakim lain," ujar dia.
Lebih jauh Mahfud meyakini KPK pasti sudah tahu jika ada keterlibatan hakim lain sebab KPK sudah pasti melakukan penyadapan yang akan mengarah ke pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut.
Sebelumnya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar juga meminta KPK tidak menutup kemungkinan ada keterlibatan hakim lain dalam kasus dugaan suap Ketua MK Akil Mochtar dalam gugatan pilkada.
"Keterlibatan hakim lain saya kira jangan kita tutup tapi jangan juga berprasangka, jadi ikuti saja ibarat air mengalir, kalau memang ada yang terlibat tentu harus ikut bertanggung jawab, tapi kelihatannya tidak," kata Patrialis di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10).