REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo berpendapat bahwa dengan adanya penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)Akil Mochtar dalam kasus dugaan gratifikasi terkait Pilkada di Kalimantan, maka MK sebaiknya tidak lagi menangani kasus sengketa pilkada.
"Dengan kejadian tertangkapnya Ketua MK dengan dugaan gratifikasi terkait Pilkada Kaltim ini, mungkin wewenang MK harus dibatasi agar tidak lagi mengurus soal pilkada," kata Pramono di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut ia sampaikan adalam acara diskusi "Southeast Asian Parliamentarians Against Corruption" (SEAPAC) bertema "Menyongsong Sidang SEAPAC, Apa Yang Ditawarkan Indonesia".
Menurut dia, fungsi dan wewenang Mahkamah Konstitusi harus dikembalikan seperti awal, yaitu hanya menangani kasus uji materi perundang-undangan agar tetap berjalan sesuai dengan amanat konstitusi (UUD 1945).
Ia juga berpendapat lembaga hukum yang mengurusi undang-undang konstitusional memang seharusnya tidak perlu mengurusi kasus pemilihan kepala daerah.
"Biarkan hal-hal biasa dan 'duniawi', seperti kasus pilkada, diurus oleh hakim-hakim lokal saja agar mereka juga bisa berlatih sebelum nantinya menjadi hakim di pusat," katanya.
Pramono juga mengatakan penangkapan Ketua MK Akil Mochtar yang diduga terlibat gratifikasi itu tentunya akan mencoreng nama MK sebagai lembaga hukum dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
"Seorang Ketua MK yang tertangkap tangan seperti itu sudah sulit untuk mendapat kepercayaan kembali. Oleh karena itu, kami mulai berpikir apakah sebaiknya MK ini harus dibatasi untuk tidak lagi mengurus persoalan terkait pilkada," tuturnya.
Hal itu, menurut dia, perlu dilakukan agar peristiwa serupa tidak terjadi kembali di masa depan.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Ketua MK Akil Mochtar di kediamannya di kompleks perumahan menteri, Jalan Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan.
Penangkapan tersebut diduga berhubungan dengan suap yang diberikan kepada Akil untuk membuat putusan tertentu terkait kasus Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Ini terkait Pilkada di sebuah kabupaten di Kalimantan," kata salah seorang penyidik KPK.
Selain Akil Mochtar dan seorang perempuan yang diperkirakan anggota DPR bernama Chairun Nisa, KPK juga menangkap seorang panitera pengganti berinisial KH dan dua orang lainnya.