Senin 30 Sep 2013 23:13 WIB

Menjadikan Pembina Pramuka Lebih Berkualitas

Pembukaan Karang Pamitran Nasional (PKN 2013) di lapangan Bumi Perkemahan, Cibubur, Jakarta.
Foto: Kwarnas Gerakan Pramuka
Pembukaan Karang Pamitran Nasional (PKN 2013) di lapangan Bumi Perkemahan, Cibubur, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Subroto, Wartawan Republika

 

Puluhan orang dewasa berseragam pramuka berlarian di lapangan Bumi Perkemahan, Cibubur, Jakarta Timur  awal September lalu. Mereka berari-larian seperti anak anak kecil bermain kejar-kejaran.

 

Mereka tentu bukan peserta didik Gerakan Pramuka, walaupun melakukan kegiatan layaknya anak-anak. Mereka  adalah para pembina pramuka  yang sedang melakukan simulasi kegiatan pramuka siaga (usia pramuka 7-10 tahun).

 

Pembina lainnya, yang mengikuti kegiatan Karang Pamitran Nasional  (PKN 2013) atau perteman pembina pramuka,  di lokasi itu juga melakukan kegiatan yang sama. Mereka melakukan simulasi bagaimana melakukan pembinaan di gugus depan. Yang membina siaga berperan seperti siaga, begitu juga dengan tingkatan pramuka penggalang (11-15 tahun), penegak (16-20 tahun), dan pandega (21-25 tahun).

 

Selama  sepekan  sebanyak 2.042 pembina utusan kwartir daerah atau provinsi dari seluruh Tanah Air berkumpul di Cibubur  sejak 8 hingga 14 September. Mereka mendapat tambahan wawasan dan keterampilan kepramukaan sebagai bekal menjadi pembina yang berkualitas.

 

“Menurut saya kegiatan Karang Pamitran ini bagus karena simulasi yang dilakukan seperti situasi membina sesungguhnya. Kami mendapat banyak pengalaman,” kata Tumpak Abdurrahman, pembina  pramuka asal Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

 

Tumpak mengatakan para pembina terutama dari daerah sangat membutuhkan kegiatan tersebut sebagai bekal membina anak didik. “Apalagi kita kan bisa bertemu dengan pembina dari daerah lain dan sharing pengalaman,” imbuh Tumpak yang juga wakil ketua Kwartir Cabang Kota Sawahlunto ini.

 

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Azrul Azwar berharap  melalui  KPN 2013 ini akan didapatkan pembina-pembina yang berkualitas untuk mengoptimalkan kemajuan gugus depan di daerahnya masing-masing. KPN tutur Azrul,  dapat menjadi ajang untuk meningkatkan tali silaturahmi di antara para pembina.

 

”Sesuai dengan temanya Pembina Pramuka Berkualitas Untuk Kader Pemimpin Masa Depan, KPN 2013 diharapkan dapat menelorkan pembina cerdas dan berkualitas yang siap mendidik anggotanya di gugus depan masing-masing,” kata Azrul pada saat upacara pembukaan

 

KPN, tambah Azrul,   merupakan wahana bertemunya para pembina pramuka di Tanah Air. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, menambah wawasan dan mempererat persaudaraan serta kesatuan, sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan kepramukaan di gugusdepan dan satuannya.

 

Peserta yang mengikuti kegiatan ini memang pembina pramuka yang sehari-hari membina siaga, penggalang, penegak, dan pandega di gugus depannya.

 

Penanggung jawab KPN 2013 Jana T Anggadiredja dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat berkolerasi dengan program-program Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dalam merevitalisasikan Gerakan Pramuka. Muaranya adalah revitalisasi gugus depan.

Gugus depan yang maju, kata Jana, harus digerakkan oleh para pembina yang ikhlas, maju, dan berkualitas.

 

“Membina keikhlasan para pembina bukan hal yang mudah,” katanya.

 

Selama ini pembinaan para pembina mahir, utamanya siaga,  di gugus depan khususnya di daerah terus dilakukan. Namun jumlah pembina yang mampu bertahan  diperkirakan hanya 50 persen tersebar di seluruh Indonesia. Banyaknya mereka yang tidak bertahan ini disebabkan karena sifat kepramukaan yang sukarela.

 

“Dengan saling berbagi pengalaman para pembina akan semakin kaya akan bahan ajar. Selain itu,  semakin memberikan penguatan motivasi dalam membina peserta didik. Muaranya akan dapat menyajikan program pembelajaraan bagi peserta didik yang lebih menarik, lebih menantang, lebih unggul, dan lebih bermakna,” tuturnya.

 

Peran sentral

Pembina yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk mendidik anggota Gerakan Pramuka. Menurut Christiono Riyadi, pembina pramuka di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, figur pembina sangat sentral.

 

“Bahkan keberlangsungan kegiatan kepramukaan sangat tergantung pada pembina. Kemajuan peserta didik sangat dipengaruhi oleh figur pembina,” kata Christiono yang sudah ikut kegiatan kepramukaan sejak SD hingga perguruan tinggi ini.

 

Dia mengatakan jika pembina tidak mampu membuat kegiatan kepramukaan itu menarik dan berguna bagi peserta didik, maka besar kemungkinan mereka tidak akan melanjutkan pada jenjang berikutnya.

 

Misalnya jika siaga merasa figur pembinanya kurang memberikan kegiatan yang menarik, maka pada saat usia penggalang,  dia tidak mau lagi ikut kegiatan kepramukaan.

 

“Jika pembinanya monoton maka  anak-anak tidak  mau lagi ikut kegiatan kepramukaan,” tegas Christiono.

 

Azrul Azwar mengatakan problem pembina pramuka itu ada dua, yakni dari sisi kuantitas yang terbatas dan kualitas yang belum merata. “Dari sisi jumlah sangat terbatas, padahal kegiatan kepramukaan tidak bisa berjalan tanpa adanya pembina,” kata Azrul.

 

Sedangkan dari sisi kualitas, menurut Azrul, juga terjadi penurunan, karena  pembina yang berganti-ganti. Idealnya pembina itu sudah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD), Kursus Mahir Lanjut (KML), Kursus Pelatih Dasar (KPD), dan Kursus Pelatih Lanjut (KPL).

 

“Namun kan tidak semua pembina bisa mengikuti kursus itu,” ujarnya.

 

Tumpak   Abdurrahman mengatakan kursus mahir dan karang pamitran hendaknya dilakukan secara teratur sehingga terjadi pemerataan kualitas pembina. Bahan-bahan dan materi pendidikan dan pelatihan dikembangkan sesuai dengan tingkatan disesuaikan dengan muatan lokal.

 

“Tapi kualitas pembina juga sangat tergantung pada pembina itu sendiri,  dalam arti tekadnya untuk mengabdi dan  mendidik peserta didiknya.  Selain itu kualitas juga dipengaruhi oleh pangkalan gugus depan dan dukungan kwartirnya masing-masing,” tutur Tumpak yang juga sejak SD hingga perguruan tinggi ikut kegiatan kepramukaan.

 

Christiono Riyadi menilai kini terjadi penurunan kualitas pembina dalam hal penguasaan keterampilan dan pengetahuan tentang prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan. Kendati begitu, ada peningkatan dalam penguasaan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan iptek.

 

“Ada perubahan kemampuan para pembina,” kata pelatih di Pusdiklat Kwarcab Gunung Kidul ini.

 

Seharusnya, kata Christiono, dua kemampuan ini bisa saling mengisi sehingga menghasilkan pembina yang lebih berkualitas. “Kursus-kursus mahir sebaiknya bisa dikombinasikan dengan materi-materi modern sehingga nantinya kegiatan bisa lebih bervariasi dan menarik,” tuturnya.

 

Kegiatan  kepramukaan kata Azrul sebenarnya  memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bentuk ekstrakurikuler lainnya. Kepramukaan, tidak hanya kegiatan olah fisik, tapi juga pembentukan kepribadian.

 

“Di kepramukaan itu ada olahraganya, seni, budaya, sosial, iptek, agama, dan sebagainya. Pokoknya komplit. Seharusnya ini menjadi keunggulan pramuka,”  tegasnya.

 

Sebenarnya, kata Christiono, Gerakan Pramuka masih diminati oleh anak muda. Apalagi jika pengelolaannya dalam hal ini oleh pembina bisa dilakukan lebih baik. “ Kegiatan kepramukaan itu awalnya kan kegiatan alam bebas. Itu yang harus dikembalikan. Para pembina harus mengembalikan kegiatan ini menjadi kegiatan alam bebas yang menarik dan menyenangkan,” tegasnya.

 

Azrul mengakui saat ini terjadi penurunan kegiatan kepramukaan. Pihaknya, kata Azrul sudah bertekad untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka agar kembali menjadi kegiatan utama yang disenangi anak muda.

 

Salah satu  upaya itu adalah mengusulkan masuknya kegiatan kepramukaan dalam kurikulum. Tapi untuk itu pihaknya Kwartir Nasional Gerakan Pramuka harus menyiapkan dulu para pembinanya.

 

“Pembina itu merupakan  sumber daya utama pembinaan kepramukaan karena itu harus kita persiapkan sungguh-sungguh,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement