REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia Corruption Watch (ICW) menengarai ada ketidakberesan dalam pengelolaan dana haji, khususnya tabungan atau setoran awal calon jemaah haji. "Pada titik pengelolaan keuangan, kita akan menemukan beberapa persoalan laporan keuangan dana haji. Apabila terjadi penyimpangan penggunaan dana, belum jelas pertanggungjawabannya, apakah itu termasuk tindak korupsi atau tidak," kata peneliti ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis (19/8).
ICW menemukan beberapa persoalan dalam pengelolaan keuangan dana haji, khususnya terkait penggunaan dana optimalisasi yakni bunga dari setoran awal calon jemaah haji.
"Dalam catatan ICW, dana optimalisasi itu selama ini lebih banyak masuk ke kantong Kemenag, misalnya untuk pelatihan dan sebagainya. Padahal, dana untuk kebutuhan seperti itu sudah dianggarkan dalam APBN," ungkapnya.
Ia menyebut hal ini ada hubungan dengan laporan keuangan BPIH, di mana penyajiannya dinilai sangat umum. BPK, imbuh ICW belum pernah melakukan audit yang lebih rinci terhadap laporan keuangan tersebut.
"Kemudian, dalam empat tahun terakhir, kami melihat setoran awal haji semakin besar dan semakin besar juga biaya yang harus ditanggung dari bunga setoran awal jamaah untuk kepentingan operasional," ujarnya.
Padahal, kata Firdaus, Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menyatakan bahwa kegiatan penyelenggaraan ibadah haji adalah aktivitas nirlaba dan berprinsip syariah sehingga segala kebutuhan untuk kegiatan operasional dan kelengkapan panitia penyelenggaraan ditanggung oleh APBN atau APBD.
"DPR memang tidak pernah menyetujui penambahan alokasi anggaran untuk Dirjen Haji dan Umroh yang hanya sekitar Rp180 miliar hingga Rp200 miliar. Nah alokasi yang rendah itu dijadikan justifikasi untuk mengambil dana dari bunga setoran awal calon jemaah haji," kata Firdaus.