REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sistem pemilu proporsional terbuka telah menggeser paradigma masyarakat terhadap partai politik. Jika sebelumnya ideologi menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih partai, saat ini ketokohan figur justru lebih menjadikan pertimbangan masyarakat memilih partai.
“Politik aliran bergeser ke politik figur,” kata Sekretaris Jendral DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Taufik Kurniawan ketika dihubungi Republika, Senin (16/9).
Taufik menilai pergeseran paradigma politik masyarakat dari basis ideologi ke kekuatan personal kader sebagai hal positif. Hal ini karena partai dipaksa melakukan kaderisasi secara intensif kepada para anggotanya. Ideologi politik tidak lagi sekadar konsep yang hidup di tataran wacana tapi juga hadir dalam diri setiap kader partai. “Arah demokrasi kita menjadi semakin matang,” ujarnya.
Kekuatan personal kader partai sebagai magnet elektoral berdampak pada hasil pemilu 2014 yang sangat cair. Dalam konteks ini partai-partai yang dalam pemilu sebelumnya memperoleh suara besar, belum tentu bisa menghasilkan suara serupa. Semua, imbuh Taufik, bergantung pada kemampuan para tokoh dan caleg partai dalam menarik simpati masyarakat.
“Ada kalanya suara caleg lebih besar dari suara partai,” katanya.
Berkaca dari situasi semacam ini, Taufik menyatakan PAN tidak mau terburu-buru menentukan mitra koalisi bagi capres mereka, Hatta Rajasa. Saat ini menurutnya PAN lebih berfokus pada upaya optimalisasi kerja seluruh kader di masyarakat.
“Pak Hatta Rajasa dan seluruh jajaran partai masih terus bekerja mencapai syarat presidential thereshold 20 persen perolehan kursi parlemen,” ujarnya.