Jumat 06 Sep 2013 08:06 WIB

Kabareskrim Ajak PPATK Telusuri Aliran Dana ke Petinggi Polri dari Aiptu LS

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
Sutarman
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Sutarman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera menelusuri dugaan aliran dana haram ke petinggi Polri. Kerja sama ini, dibangun terkait laporan polisi super kaya asal Papua Aiptu Labora Sitorus.

Kabareskrim Komjen Pol Sutarman berujar, laporan Labora yang menyebut petinggi Polri menerima uang hasil kejahatannya akan ditelusuri.

"Sedang kami telusuri, kemana uang ini dikirim, siapa yang menerima," kata dia di kantor Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Jakarta Selatan Kamis (5/9).

Dia menegaskan, bila benar dari aliran uang itu ditemukan unsur suap atau gratifikasi, maka tindakan tegas akan diambil. "Kalau ada unsur-unsur pidana akan kita lakukan penindakan," kata jenderal bintang tiga ini.

Lebih jauh, Sutarman menambahkan, terkait kasus bisnis illegal Labora di bidang penimbunan bahan bakar minyak (BBM) dan penjualan kayu, penanganannya terus menunjukan progress.

Berkas dari kasus anggota Polres Raja Ampat itu dalam minggu-minggu ini diusahakan naik ke persidangan bila telah dinyatakan lengkap.

"Mudah-mudahan dalam minggu ini sudah P21 (berkas lengkap). Kami sudah diskusikan dengan kejaksaan agung dan Jaksa Penuntut Umumnya di Papua," kata Sutarman.

Seperti diketahui, kasus Labora yang laporan keuangannya mencapai triliunan rupiah medio 2007-2012 mencuat sekitar bulan Mei lalu. Labora yang hanya berpangkat Aiptu dilaporkan PPATK karena aktivitas rekeningnya yang mencatatkan angka fantastis di setiap transaksi.

Setelah diselidiki, terungkap Labora melakukan penjualan BBM illegal dan juga perdagangan kayu ke luar negeri.

Seiring berjalnnya kasus ini, tiga orang termasuk Labora dijadikan tersangka. Dua orang lainnya adalah rekan bisnis Labora yang ikut menggerakan usahanya di bidang penjualan BBM dan kayu.

Kepada Labora, kepolisian menjeratnya dengan pasal berlapis. Pasal 78 ayat 5 dan 7 juncto pasal 50 ayat 3 huruf F dan H Undang-undang (UU) 41/1999 tentang kehutanan. Pasal yang sudah diubah menjadi UU 19/2004 ini dikenakan atas kasus penjualan kayu illegal yang dilakukan labora.

Untuk kasus penjualan BBM labora dijerat UU 2/2001 tentang minyak dan gas bumi. Lalu terkait rekening gendutnya, Labora dijerat UU 25/2013 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement