Rabu 28 Aug 2013 15:59 WIB

ICW: Koruptor Gerogoti Dana Pendidikan Hingga Rp 619 Miliar

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Tikus (ilustrasi)
Tikus (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari 2003 hingga 2013, banyak dana pendidikan yang digerogoti oleh koruptor. Tak tanggung-tanggung, korupsi di lingkungan pendidikan  menyebabkan kerugian negara hingga Rp 619 Miliar. Jumlah tersangkanya, 479 orang dari 296 kasus. 

''Dari hasil penelitian kami, dana pendidikan yang paling banyak dikorupsi adalah dana alokasi khusus (DAK) dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),'' ujar Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Coruption Watch (ICW), Febri Hendri A Antoni kepada wartawan, Rabu (28/8).

Menurut Hendri, DAK dan BOS, banyak dikorupsi karena sistemnya masih rawan. Selain itu, anggaran DAK cukup besar jadi untuk untuk mendapatkannya banyak sekolah dan daerah yang harus melakukan lobi.

ICW melihat, banyak 'pemain' dalam proses pemberian DAK ini mulai dari pusat hingga sampai ke kas daerah lalu ke sekolah. 

Sedangkan dana BOS, menurut Hendri, walaupun sudah ada sistem laporan keuangan yang terstandar, tapi tidak efektif meredam korupsi. Menurutnya, pelaporan tersebut masih banyak yang difiktifkan. Misalnya, dana BOS seharusnya digunakan untuk membeli buku, kenyataannya malah untuk keperluan lain.

''Sistem pelaporan gak berguna, karena dibohongi juga. Kami lihat, dana BOS tidak sesuai dengan juknis yang dikeluarkan,'' katanya. 

Menurut Hendri, tak hanya DAK dan BOS saja yang menjadi objek koruptor. Tapi, hampir semua dana pendidikan di korupsi. Yakni, mulai dari dana beasiswa, penmbangunan dan rehabilitasi sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan buku, sarana dan prasarana serta operasional perguruan tinggi.

''Semua lembaga pendidikan di Indonesia, korupsi mulai SD sampai Perguruan Tinggi. Saya sangat sedih melihat kondisi ini. Pendidikan, seakan-akan sudah kehilangan makna,'' katanya. 

Dikatakan Hendri, modus favorit yang dilakukan oleh koruptor dana pendidikan adalah penggelapan dan mark up. Yakni, penggelapan mencetak skor 106 kasus dengan kerugian negara Rp 248,5 miliar. Sementara mark up, sebanyak 59 kasus dengan kerugian negara Rp 195, 8 miliar. 

Bahkan, kata dia, kasus yang baru-baru ini terungkap adalah penyuapan dan penyalahgunaan wewenang terkait perencanaan pendidikan. Ini terjadi, dalam perencanaan dan penganggaran pengadaan beberapa laboratorium di perguruan tinggi oleh anggota DPR.

Kasus ini, bisa dikatakan sebagai kejahatan terorganisir oleh pejabat yang memiliki kewenangan dalam perencanaan dan penganggaran di sektor pendidikan. Misalnya, pejabat Kemdikbud, Kemkeu, DPR atau pemerintah daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement