REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Konvensi Partai Demokrat Maftuh Basyuni membantah jika kinerja panitia pelaksana konvensi yang dipimpinnya sedang dalam upaya merusak konsolidasi partai lain menjelang pemungutan suara Pemilu 2014.
"Kami tidak dalam upaya seperti itu," kata Maftuh saat ditemui di sela-sela rapat Komite Konvensi PD di Wisma Kodel, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan konvensi calon presiden yang diadakan oleh Partai Demokrat adalah untuk proses pencarian anak bangsa terbaik.
Maka dari itu, pihaknya berusaha menghubungi para calon peserta potensial untuk ikut dan bukan sedang mengganggu keharmonisan partai rival.
Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap PD sedang dalam upaya mengganggu konsolidasi partai lain terlebih setelah Endriartono Sutarto menyatakan mundur sebagai fungsionaris Partai Nasional Demokrat.
Mantan Ketua Dewan Pembina Partai Nasdem itu keluar dari partai pimpinan Surya Paloh karena menyatakan akan ikut konvensi Partai Demokrat.
Komite konvensi pada Senin sore masih melangsungkan rapat internal tertutupnya untuk membahas tentang siapa saja figur yang akan ambil bagian dalam tahap pendalaman calon peserta yang terdiri dari 14 orang.
Maftuh mengatakan setiap tokoh akan mendapatkan jatah waktu satu jam demi pendalaman oleh anggota komite.
Alokasi waktu itu berbeda dengan yang dijalani oleh Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal. Dino sempat melakukan tanya jawab dengan komite konvensi selama dua jam pada Sabtu (24/8).
Dia harus menjalani sesi pendalaman lebih dini dibanding calon lainnya. Perbedaan itu dikarenakan dia harus kembali ke AS untuk mendampingi anaknya pada hari pertama masuk sekolah mereka.
Rencananya pada Selasa (27/8) dan Rabu (28/8) akan diadakan pendalaman dari setiap calon peserta konvensi.
"Besok dan Rabu kami akan melakukan pendalaman terhadap 14 tokoh calon peserta konvensi. Beberapa nama itu seperti Anies Baswedan dan Hayono Isman," katanya.
Regenerasi
Konvensi calon presiden (capres) yang akan digelar Partai Demokrat dinilai bisa membuka peluang terciptanya regenerasi kepemimpinan nasional.
''Saat ini, kita mengalami kebuntuan regenerasi politik. Konvensi bisa membuka peluang regenerasi kepemimpinan nasional,'' ujar Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrie Geovanie kepada ROL, beberapa waktu lalu.
Ia menilai, sejumlah calon presiden yang sudah bermunculan lebih mewakili politisi dan genarasi masa lalu. Jeffrie menegaskan, banyaknya capres generasi tua, bertentangan dengan perkembangan masyarakat, yang pemilih mayoritas merupakan generasi baru, berumur di bawah lima puluh tahun.
“Capres yang muncul dari partai-partai umumnya bukan berasal dari generasi baru,” ungkapnya. Namun, pendiri The Indonesian Institute itu mengaku bersyukur karena masih ada partai yang akan menggelar konvensi untuk menjaring capres yang akan bertarung di bursa Pilpres 2014.
Jeffrie memperkirakan Partai Demokrat akan membuat konvensi secara terbuka, tidak membatasi generasi. ''Jadi membuka peluang bagi generasi baru yang merupakan generasi pemilih mayoritas.''
Ia berharap tokoh muda seperti Jokowi, Gita Wirjawan, Sri Mulyani, Marzuki Alie, Dahlan Iskan, Irman Gusman, Mahfud MD, Chaerul Tandjung, Hari Tanoesudibyo, Soetrisno Bachir dan banyak lagi, ikut daftar dan diterima sebagai calon oleh panitia konvensi nanti.
Tokoh-tokoh muda itu, kata dia, akan sulit diakomodasi partai-partai lain untuk jadi calon presiden. ''Jadi Demokrat membuka peluang untuk regenerasi itu.
Jeffrie berharap Partai Demokrat terbuka dalam mekanisme dan penetapan hasil akhir dari konvensi capres. “Kalau tidak terbuka dan demokratis, akan jadi bomerang,” tuturnya.
Ia berharap konvensi capres Partai Demokrat tidak seperti konvensi capres yang pernah digelar Golkar pada 2004. ''Karena, menurut dia, konvensi Golkar dulu elitis dan tertutup dilihat dari sisi pemilihnya. Pemilih sama sekali tidak terlibat. Yang memilih dalam konvensi Golkar adalah pengurus Golkar sendiri, dari cabang sampai DPP.''
“Kita tahu bahwa konvensi seperti yang digelar Partai Golkar itu rawan terhadap politik uang. Lebih dari itu hasilnya tidak mencerminkan aspirasi pemilih,” papar Jeffrie.
Karena mekanismenya yang kurang tepat, sambung dia, Wiranto yang ditetapkan sebagai calon dalam konvensi itu kalah jauh oleh SBY dan Megawati padahal Golkar waktu itu partai pemenang.
Bercermin pada pengalaman Golkar, Jeffrie berharap yang menentukan calon presiden di antara peserta konvensi itu adalah rakyat, pemilih pada umumnya.
Kalau cara ini yang dipakai maka Jeffrie yakin yang terpilih bukan hanya terbaik di antara peserta konvensi tapi juga kompetitif dengan calon dari partai-partai lain. “Peluang untuk menang Pilpres menjadi lebih terbuka.”