REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu menilai selisih antara daftar pemilih sementara (DPS) yang direpitulasi Komisi Pemilihan Umum dengan data potensial penduduk pemilih (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri sebagai hal yang wajar. Meski perbedaan itu mencapai angka tiga juta jiwa lebih.
"Kalau ada perbedaan itu wajar. Karena pola yang digunakan Kemendagri dan KPU berbeda," kata Komisioner Bawaslu Nasrullah di Jakarta, Senin (22/7). Menurut Nasrullah, KPU menggunakan pola bottom up dalam memutakhirkan data. Sementara Kemendagri menggunakan pola top down, data dicek dari bawah.
Dalam pengawasan yang dilakukan Bawaslu di lapangan petugas pantarlih melakukan pemutakhiran dengan pemahaman yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan pola de jure dan mengutamakan pedoman admnistrasi seperti KTP. Tetapi ada juga yang menggunakan pemutakhiran secara faktual.Sehingga, perbedaan DPS dengan data kemendagri pasti akan terjadi.
Hanya saja, lanjut Nasrullah, harus dipastikan selisih itu disebabkan oleh hal apa saja. Apabila banyak ditemukan data ganda saat pemutakhiran dilakukan, tentu saja itu akan menjadi catatan Kemendagri. "Mudah-mudahan saja perbedaan itu tidak fiktif, datanya ada, orangnya juga harus ada," ungkapnya.
Untuk mengecek duplikasi data, Nasrullah mengatakan harus ada sistem yang digunakan serentak oleh semua daerah. KPU menurutnya bisa mengoptimalkan sistem data pemilih untuk mengurai daftar pemilih ganda.