REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menganulir data Bawaslu tentang kesalahan administrasi pada data pemilih yang berbasis Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4). Kesalahan yang dicatat Bawaslu semata-mata karena perbedaan dalam membaca sistem kemendagri.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman, mengatakan kesalahan administrasi yang ditandai Bawaslu karena adanya pengulangan tanggal dan bulan lahir yang sama dalam satu TPS, menurutnya karena pemerintah memang menerapkan penggunaan tanggal yang sama. Bagi pemilih yang tidak mengetahui tanggal lahirnya, tetapi hanya mengingat tahun lahirnya saja.
"Setelah kami clearkan ga ada yang salah. Yang dikatakan salah oleh Bawaslu karena tanggal lahir sama itu semuanya tanggal 1 Juli, itu sudah sejak dulu saat penyusunan DP4 untuk e-KTP," kata Irman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/7).
Begitu pula kesalahan data administrasi yang dinilai Bawaslu salah, karena ketidakcocokan antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan kolom tanggal lahir, umur, dan jenis kelamain penduduk dalam DP4. "Ada digit yang tidak sesuai dengan NIK. yang kami masukkan tetap tanggal lahir yang diakui pertama. Tapi yang otentik tetap yang di KTP, NIK tidak diubah," jelas Irman.
Karena itu, data yang disampaikan Bawaslu, menurutnya, setelah dicek memang sesuai dengan DP4. Yang dianggap salah oleh Bawaslu memang data yang penulisan tanggal lahirnya disamakan oleh Kemendagri sesuai dengan ketentuan saat sistem dibangun. "Tidak perlu khawatir, karena memang sistem kami seperti itu. Tanggal 1 Juli dipilih karena tanggal di pertengahan tahun," ungkap Irman.
Kesalahan administrasi paling banyak ditemukan di Provinsi Banten sebanyak 5,5 persen. Kemudian di Sulut (4,8 persen), Sumsel (4,3 persen), Jabar (4,1 persen), dan Bangka Belitung (4,0 persen).