REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komunitas Pramekers Joglo-KPJ (Jogja-Solo) dan Komunitas Prasojo (Pramekers Solo-Jogja) merasa diperlakukan diskriminatif karena penumpang kereta api Jadebotabek mendapatkan PSO (Public Service Obligation), sedangkan penumpang kereta api Prameks Jogja-Solo tidak mendapatkan PSO.
Hal itu dikemukakan salah seorang anggota KPJ (Komunitas Pramekers Joglo) Prof Purwanto dalam Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komunitas Pramekers, Komisi C DPRD DIY, PT KAI Daop VI dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY, di ruang Lobby Dewan DPRD DIY, Jumat (12/7).
Menurut Ketua KPJ, Sabariman, sebetulnya pramekers sudah beberapa kali melakukan pertemuan, antara lain dengan DPRD DIY, PT KAI Daop VI, Dishubkominfo DIY dan menghasilkan delapan poin rekomendasi. Namun hanya satu rekomendasi yang baru dilaksanakan oleh PT KAI, yakni diberlakukannya nomor tempat duduk untuk penumpang KA Sriwedari, karena tiket KA Sriwedari sama dengan KA Madiun Jaya.
Di samping itu, KPJ dan Komunitas Prasojo meminta DPRD DIY bersama Pemerintah DIY dalam hal ini Dishubkominfo DIY dan PT KAI Daop VI. Mereka diminta mendesak Menteri Perhubungan dan PT KAI segera melaksanakan amanat Peraturan Menteri Perhubungan No 59 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2012 tentang tarif angkutan orang dengan kereta api kelas ekonomi yang berlaku sejak 1 Januari 2013.
Dalam aturan itu tertulis bahwa tarif tiket KA Prameks jurusan Kutoarjo-Solo Jebres Rp 12 ribu, jurusan Kutoarjo-Lempuyangan sebesar Rp 6 ribu dan jurusan Lempuyangan-Solojebres Rp 6.000. Karena kenyataannya sampai sekrang tarif tiket KA Prameks Jurusan Lempuyangan-Solojebres masih Rp 10 ribu.
Deputi Wakil Kepala Daop VI Sri Hastuti mengatakan PSO untuk Prameks sudah diusulkan ke Pusat, tetapi yang keluar dalam surat Kontrak Dirjen Perkeretaapian 18 Juni 2013 hanya PSO untuk kereta Bengawan, Progo, dan Sri Tanjung, sedangkan PSO untuk Prameks tidak ada.