REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Djoko Suyanto, menegaskan perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini tidak hanya berdasarkan kasus Djoko Tjandra dalam kasus Bank Bali. Menurut dia, perjanjian ekstradisi bukan berdasarkan kasus per kasus.
Dikatakannya, dalam pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak secara spesifik membahas kasus tersebut. Pertemuan bilateral antara perwakilan Papua Nugini (PNG) dengan RI itu lebih membicarakan ruang lingkup yang komprehensif dan strategis.
Ia menegaskan MoU tersebut tak lain untuk mengembalikan aset-aset negara dan mengembalikan orang-orang yang bersembunyi, tidak terbatas pada sosok Djoko Tjandra saja. “Tidak kasus per kasus. Perjanjian ekstradisi kan tidak hanya dengan PNG. Hubungan bilateral selalu ada hasil-hasil yang di konkretkan. Salah satunya di antara sekian banyak adalah ekstradisi. Lalu tidak kasus per kasus dengan yang kemarin, tidak,” katanya.
Meski begitu, ia juga membenarkan perjanjian tersebut akan ditindaklanjuti pada hal yang lebih teknis. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, dan Polri yang bertugas untuk meneruskan MoU yang sudah ditandatangani bersama. “Setiap negara kan punya system hukum. Itu kan tidak mudah merundingkan satu system hkum yang berbeda,” katanya.