REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, berpendapat bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak cukup hanya dengan memenjarakan para koruptor, tapi juga sanksi pemecatan bagi mereka yang terbukti melanggar kode etik.
Menurut Jimly, tindak pidana korupsi di Indonesia terus berkembang seiring dengan perkembangan sistem demokrasi yang diterapkan di negara ini. "Sistem demokrasi mendorong bebas berbuat apa pun, dan di Indonesia banyak orang melakukan sesuatu yang menuntut hak lebih daripada kewajiban, sehingga budaya korupsi terus berkembang pesat," katanya, Kamis (6/6).
Dia berpendapat, berbagai upaya yang dilakukan oleh lembaga negara dengan memenjarakan para pelaku korupsi tidaklah cukup membuat efek jera, karena pendidikan dasar bagi individu bangsa ini masih sangat lemah terutama dalam penanaman akhlak yang karimah.
"Negara Indonesia sebagian besar penduduknya adalah beragama Islam dan kebanyakan dakwah yang paling ditonjolkan adalah dakwah akidah dan fiqih yang cenderung rasional," katanya lagi. Pengembangan kedua dakwah tersebut menurut dia, bukan tidak baik namun disarankan agar dakwah akhlak lebih diprioritaskan dalam rangka membangun karakter anak bangsa.
Ia berharap, dakwah tersebut mulai dikembangkan oleh lembaga sosial dan swadaya masyarakat keagamaan demi tercipta negara yang terbebas dari perilaku korupsi. Dialog itu dilaksanakan dalam rangka pelantikan kepengurusan PKB PII Lampung periode 2013-2017. Pengesahan struktur kepengurusan organisasi keagamaan itu ditandatangani oleh Ketua Umum PII Pusat Sutrisno Bachir.