Selasa 04 Jun 2013 15:16 WIB

Aneh, TNI AU Lebih Pilih Pesawat Tua Ketimbang Beli Baru

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Politikus PDIP TB Hasanuddin
Foto: Antara
Politikus PDIP TB Hasanuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR Bidang Pertahanan Keamanan, Tubagus Hasannudin menyayangkan langkah TNI Angkatan Udara (AU) yang lebih memilih menggunakan pesawat tempur hibah ketimbang membeli baru. Menurut Hasannudin keputusan TNI AU bisa mempermalukan citra pertahanan Indonesia. 

"Hibah itu terkesan kita ini negara tidak mampu. Cuma bisa pakai yang bekas," kata Hasannudin di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (4/6).

Hasannudin mengatakan, Komisi I DPR sebenarnya sudah menyetujui rencana strategi TNI AU membeli pesawat tempur baru. Sedianya, pada 2011, TNI AU akan membeli enam unit pesawat tempur F 16 blok 52 terbaru dengan total harga 600 juta dolar. Namun tiba-tiba rencana itu dibatalkan Kepala Staf TNI AU. "Kasau tiba-tiba memutuskan menerima hibah 24 pesawat F 16 (bekas US National Guard)," ujar Hasannudin.

Menurutnya, pesawat hibah yang diterima TNI sudah tidak lagi digunakan angkatan udara AS. Pesawat-pesawat itu sudah lama teronggok di Gurun Arizona. Alih-alih ingin penghematan, TNI AU malah mengeluarkan biaya lebih besar untuk pesawat tempur hibah. 

"TNI AU akhirnya harus mengeluarkan anggaran 700 juta dolar untuk peremajaan," sesal politisi PDI Perjuangan tersebut.

Langkah TNI menerima pesawat hibah tidak tepat dari sisi strategi pertahanan dan efisiensi anggaran. Hal ini karena ongkos perawatan pesawat tempur tua itu lebih mahal ketimbang yang baru. 

"Dari jumlah pesawat mungkin bertambah. Tapi dari efek daya tangkal terhadap sistem pertahanan udara hampir tak ada artinya. Karena negara sekitar kita pun sudah mau me-grounded pesawat-pesawat tua ini," kata Hasannudin. 

Hasannudin curiga ada yang bermain dalam proses hibah 24 pesawat tempur bekas ke TNI AU. Hal itu menurutnya bisa saja terjadi mengingat proses perawatan dan pembelian komponen cadangan yang mesti menggunakan perantara pihak ketiga. 

Dia berharap ke depan pemerintah dan DPR bisa duduk bersama membuat definisi yang benar apa pengertian hibah. "Agar hibah benar-benar hibah murni. Tak ada motif politik negara lain sifatnya mengikat. Apalagi hanya menguntungkan calo," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement