Rabu 29 May 2013 14:36 WIB

Apatisme Masyarakat Menular ke Pemilih Pemula

Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jerry Sumampow mengatakan, sikap apatisme masyarakat terhadap politik memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pemilu 2014.

"Masyarakat memiliki pengaruh signifikan bagi pemilih pemula, kalau opini dalam masyarakat telah apatis, menganggap pemilu tidak ada gunanya lagi, ini akan menular ke para pemilih pemula," katanya saat dihubungi melalui telepon, Rabu (29/5).

Menurut dia, informasi yang berkembang dalam pemberitaan, terutama terkait dengan isu-isu negatif seperti korupsi yang tengah marak saat ini, berpengaruh membentuk opini negatif terhadap partai-partai politik.

Akibatnya juga akan turut berkembang apatisme terhadap partai politik dan tentunya akan berpengaruh terhadap partisipasi politik dalam pemilu 2014. Hal ini akan membuat, pemilih pemula yang biasanya antusias mengawali partisipasi politiknya, akan kehilangan gairah untuk turut serta.

"Apa yang dirasakan dalam masyarakat ini, tidak bisa dianggap remeh, mengingat, presentase partisipasi pemilu dalam tiga periode era reformasi ini terus menurun sampai 10 persen," katanya.

Tercatat pada pemilu 1999, saat awal-awal reformasi, partisipasi dalam pemilu mencapai 92 persen. Namun dalam pemilu berikutnya terus menurun, pada 2004 sebesar 84,1 persen dan 2009 turun menjadi 71,1 persen.

Penurunan partisipasi dalam pemilu tersebut bila tidak segera ditangani tentu akan menjadi masalah dalam legitimasi demokrasi nantinya.

Untuk itu, menurut dia, pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan guna mendorong partisipasi publik dalam

menggunakan hak pilihnya.

Ia mengatakan, tingginya partisipasi pemilu 1999 memang tidak bisa dipungkiri karena antusiasme menyambut reformasi. Namun demikian, di sisi lain, pada 1999 juga dipenuhi dengan gerakan untuk memberdayakan masyarakat guna memberikan pendidikan politik dan menyalurkan hak politiknya.

"Ini yang dirasakan semakin lama, semakin kurang, gerakan masyarakat sipil ini tidak semasif seperti 1999 dulu, dan terus menurun," katanya.

Untuk itu, menurut dia, penguatan kembali gerakan masyarakat sipil guna mendorong partisipasi publik sangat diperlukan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement