REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa menyerukan gerakan Reformasi Gelombang II. Reformasi jilid II ini, tuturnya, perlu dijalankan karena melihat situasi demokrasi dan ekonomi di Indonesia saat ini.
"Demokrasi sekarang menjadi tanda tanya besar. Bukan dari sisi prosedural, tapi dari sisi etik. Kita justru mundur," kata Hatta dalam pidato politiknya di acara Diskusi Terbuka Dari Reformasi Politik Menuju Reformasi Ekonomi. Diskusi berlangsung di kantor DPP PAN, Jakarta, Senin (27/5).
Dalam pidato yang dihadiri sejumlah tokoh seperti pengamat politik LIPI Mochtar Pabottinggi dan pengamat ekonomi Aviliani, Hatta memaparkan demokrasi politik sekarang menjadi liberal.
Demokrasi, kata dia, justru membuat oligarki pemilik modal. Oligarki ini justru berbalik menyerang demokrasi. "Oligarki menginvasi demokrasi," katanya.
Menko Perekonomian ini lantas mengatakan, terjadi akumulasi modal pada sebagian kecil kelompok masyarakat di Indonesia.
Kelompok kelas atas ini ekselerasi penambahan modalnya berjalan sangat cepat ketimbang mayoritas rakyat Indonesia lainnya. Hatta ingin keadaan seperti itu berubah karena justru membuat kesenjangan pendapatan di Indonesia makin lebar. Rasio gini di Indonesia sekarang mencapai 0,41 persen.
Karena itu gerakan Reformasi Pembangunan II harus berjalan. Gerakan ini, ia jelaskan, bisa diartikan sebagai reformasi ekonomi yang menyejahterakan.
Secara khusus, Hatta menyebut reformasi pembangunan harus terfokus pada reformasi agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Berikutnya baru politik kesejahteraan, budaya kesejahteraan dan ketahanan kesejahteraan.
"Mendorong pertumbuhan ekonomi itu penting. Tapi Indonesia harus mengubah cara pandangnya. Harus melancarkan Reformasi Gelombang II," katanya lagi.