REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini pemerintah selalu mengklaim program ekonomi mereka propertumbuhan, tenaga kerja dan kemiskinan. Faktanya, klaim tersebut tak lebih hanya slogan kosong belaka.
Menurut Partai Gerindra, pemerintah tidak pernah memiliki alokasi anggaran, strategi, dan program yang jelas.
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Fary Djemi mencontohkan soal upah buruh di Indonesia. Menurutnya meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi di ASEAN, namun upah buruh di Indonesia di kawasan ASEAN berada di posisi terendah.
"Kondisi ini diperparah dengan ketidakbecusan pemerintah menjaga stabilitas harga bahan pangan pokok," katanya saat membacakan pandangan umum fraksinya tentang RAPBN 2014 di sidang paripurna DPR, kompleks MPR/DPR, Senayan, Kamis (23/5).
Fraksi Gerindra meminta pemerintah mencantumkan indikator-indikator pembangunan untuk RAPBN 2014. Soal indeks penyerapan tenaga kerja misalnya, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi harus mampu menciptakan sekurang-kurangnya 600 ribu lapangan kerja baru. Lalu soal indeks penurunan kemiskinan, dimana setiap satu persen pertumbuhan ekonomi harus mampu mengurangi angka kemiskinan minimal 600 ribu jiwa.
Fary meminta pemerintah realistis dalam mencantumkan target lifting minyak. Target lifting minyak 900-930 ribu barrel per hari dan Lifting Gas 1.240-1.325 ribu barel setara minyak perhari dinilai masih sangat optimis.
"Selama ini pemerintah selalu gagal memenuhi target pemenuhan target lifting minyak ini. Sebaiknya pemerintah bersikap realistis agar nantinya tidak justru menambah defisit APBN jika target tersebut tidak terpenuhi," papar Ary yang menyebut kompensasi bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) adalah suap politik.