REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Angka kekerasan pelajar di Kota Yogyakarta dari awal tahun hingga Mei menunjukkan kecenderungan peningkatan bila dibanding dua tahun terakhir, karena hingga saat ini sudah ada lima kasus yang ditangani pihak kepolisian.
"Kasus kekerasan pelajar sudah semakin meresahkan karena baru memasuki bulan kelima sudah ada lima kasus yang ditangani kepolisian. Jika tidak ada langkah apapun yang dilakukan, kasus kekerasan pelajar bisa semakin meningkat hingga akhir tahun ini," kata Wakapolresta Yogyakarta AKBP Agustinus Suprianto saat rapat gabungan dengan DPRD Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Rabu.
Berdasarkan data dari Polresta Yogyakarta, kasus kekerasan yang melibatkan pelajar pada 2011 tercatat sembilan kasus dan sudah ada tiga kasus yang dilimpahkan ke kejaksaan dan enam kasus lainnya berakhir damai.
Sedangkan pada 2012 tercatat sebanyak lima kasus dengan dua kasus dilimpahkan ke kejaksaan sedangkan sisanya berakhir damai.
Sementara itu, lima kasus kekerasan yang melibatkan pelajar sepanjang 2013 hingga Mei terjadi di lima kecamatan di Kota Yogyakarta.
Kasus pertama terjadi di Kecamatan Gondokusuman yang melibatkan geng pelajar dari dua sekolah, dan kini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan.
Kasus kedua terjadi di Kecamatan Umbulharjo yang melibatkan pelajar dari dua sekolah swasta dan kasus tersebut berakhir damai.
Kasus berikutnya terjadi di Kecamatan Jetis yaitu pelemparan bom molotov ke pos satpam sebuah sekolah menengah kejuruan. Dalam kasus tersebut, Polresta Yogyakarta menangkap 21 orang, namun yang terbukti melakukan pelemparan bom molotov dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka adalah empat orang.
Kasus kekerasan yang melibatkan pelajar juga terjadi di Kecamatan Mantrijeron. Polsek setempat masih terus memproses kasus itu.
Dan kasus serupa juga terjadi di Kecamatan Tegalrejo. Kepolisian masih terus memburu pelaku aksi kekerasan.
AKBP Agustinus mengatakan, kepolisian sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi munculnya kekerasan yang melibatkan pelajar yaitu menjalankan program "satu sekolah dua polisi" dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas, polisi memberikan materi pelajaran ke sekolah, dan satu bulan sekali menjadi inspektur upacara di sekolah.
"Kami juga melakukan patroli dan pembinaan rohani di sekolah," tuturnya.