REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pemerintah tidak akan membatasi impor buah, karena impor buah Indonesia hanya 10 persen dari kebutuhan buah masyarakat Indonesia. Namun, pemerintah mengatur masuknya impor buah di Indonesia.
"Sekitar 90 persen kebutuhan buah masyarakat Indonesia dipenuhi dari buah lokal. Kalau kita makan di hotel maupun restoran selalu tersedia buah melon, pepaya, nanas, semangka dan pisang. Buah tersebut merupakan buah lokal," kata Dirjen Hortikulktura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim.
Lebih lanjut, dia mengatakan budaya mengonsumsi buah di Indonesia mulai meningkat dengan meningkatnya jumlah pendapatan kelas menengah, terutama buah-buahan yang dijus.
"Jumlah pendapatan kelas menengah sekarang sekitar Rp 50 juta per tahun, sedangkan tahun 2030 menjadi sekitar Rp 145 juta. Sehingga bisa meningkap gaya hidup baru generasi muda mengonsumsi makanan berserat," bebernya.
Impor buah di Indonesia meskipun kecil, pemerintah tetap mengatur masuknya buah impor , terutama pada waktu Indonesia musim buah, seperti bulan Oktober, November, Desember.
Di luar musim panen di Indonesia, buah impor diperbolehkan masuk dalam jumlah berapapun. Kebanyakan buah impor yang masuk ke Indonesia buah-buahan sub tropis seperti anggur, kiwi, jeruk, apel.
Untuk mengurangi impor buah, maka petani buah di Indonesia harus meningkatkan daya saing dalam negeri. Karena itulah pemerintah membagikan bibit unggul kepada masyarakat.
"Pemerintah juga memberikan pembinaan kepada petani buah supaya cepat berbuah dan kualitasnya tidak asal-asalan diantaranya dengan teknologi sambung," katanya menjelaskan .
Di bagian lain Hasanuddin mengatakan impor Indonesia untuk buah-buahan maupun sayuran lebih rendah daripada ekspor. Terutama untuk sayur-sayuran lebih unggul ekspornya daripada impor. Yang tinggi impornya adalah bawang putih, karena sekitar 95 persen kebutuhan bawang putih masyarakat Indonesia diimpor. "Karena kalau kita menanam bawang putih kalah bersaing," tutur dia.