Selasa 14 May 2013 20:59 WIB

Oknum Kepsek Diduga Sunat Uang untuk Siswa Miskin

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Mansyur Faqih
Seorang petugas pos menunjukkan cara pengisian formulir kepada seorang siswa SD untuk pencairan dana Beasiswa Miskin (Ilustrasi)
Foto: Antara
Seorang petugas pos menunjukkan cara pengisian formulir kepada seorang siswa SD untuk pencairan dana Beasiswa Miskin (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kabar tak sedap kembali terdengar dari dunia pendidikan di Kabupaten Purwakarta. Seorang kepala sekolah diduga telah memotong bantuan siswa miskin (BSM) bagi 17 pelajar di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong. 

Seharusnya, setiap siswa itu mendapatkan BSM Rp 550 ribu. Namun, pada kenyataannya yang diberikan oknum tersebut hanya Rp 15 ribu.

Salah satu orang tua murid kelas 7 SMP Satu Atap Desa Cileunca, Kecamatan Bojong menceritakan, Jumat (10/5), ada informasi bahwa uang BSM sudah cair. Di sekolah tersebut ada 17 siswa yang mendapatkan BSM.

"Kemudian, Sabtu (11/5) anak saya bersama 16 rekannya, disuruh kepala sekolah untuk mengambil uang," ujarnya kepada Republika, Selasa (14/5).

Akhirnya, 17 anak tersebut berkumpul di sekolah. Mereka diantar kepala sekolah menggunakan kendaraan pribadi dengan tujuan kantor pos Bojong. Sebab, BSM itu ditransfer melalui kantor pos. 

Setelah menyelesaikan administrasi, masing-masing anak mendapat satu amplop yang berisi uang. Saat itu, ada salah satu anak yang melihat jumlah uangnya. Ternyata, sampai Rp 550 ribu.

Akan tetapi, ketika anak-anak itu sudah di dalam mobil kepala sekolah itu, amplop yang mereka pegang langsung diambil sang kepala sekolah. Dengan alasan, uang tersebut akan digunakan untuk kepentingan siswa baru nanti. Sebagai penggantinya, 17 anak itu hanya diberi uang sebesar Rp 15 ribu. 

Setibanya di rumah, anak tersebut menceritakan ke orang tua masing-masing. Tentu saja, orang tua 17 anak itu berang. Mereka memrotes kebijakan kepala sekolah tersebut.

Seharusnya, lanjut dia, bila bantuan itu akan dikelola sekolah, minimal ada pembicaraan terlebih dulu dengan orang tua murid. Supaya, orang tua mengerti dan tidak timbul salah paham. Namun, dari pihak kepala sekolah mau pun guru, tidak ada pembicaraan sebelumnya. Hal ini, yang membuat orang tua kecewa. 

"Kalau bicara baik-baik, kami tak akan curiga," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement