REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk menghentikan pemberian perlindunga n terhadap 44 orang saksi dan korban bentrokan umat beragama di Sampang, Madura.
Perlindungan bagi para saksi dan korban sudah diambil alih oleh Pemda Jawa Timur."Pemda Jawa Timur sudah bertanggung jawab dan mengambil alih kasus ini," ujar Divisi Pelayanan Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK Teguh Soedarsono.
Menurut Teguh, penyelesaian kasus yang melibatkan dua aliran agama Islam ini terbilang sulit. Sebab, kata dia, ada kultur dan watak khas masyarakat Madura yang keras ikut bermain.
Karena itulah, penyelesaian kasus pertikaian antar dua aliran agama itu telah diambil alih oleh pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sampang.
Dia menjelaskan, masyarakat yang menganut Islam Sunni yang sebelumnya diungsikan ke GOR Sampang, telah dikembalikan ke domisili aslinya di desa Nang Ker Nang dan Blu'uran oleh Gubernur Jawa Timur. Proses pemindahan warga itu, kata dia, juga tidak terlepas dari pengamanan pihak kepolisian.
Dia juga mengatakan, alasan lain penghentian pemberian perlindungan yaitu karena proses peradilan kasus bentrokan masyarakat yang terjadi pada 26 Agustus 2012 lalu tersebut sudah mendapatkan vonis hukum.
Kasus bentrokan Sampang bermula ketika masyarakat penganut aliran Sunni membakar pemukiman masyarakat penganut Syiah yang berada di desa Nang Ker Nang dan desa Blu'uran. Hal ini kemudian menyulut pertikaian antar umat beragama tersebut.
Setelah terjadi pertikaian, LPSK segera memberikan perlindungan kepada para saksi dan korban. Perlindungan yang diberikan berupa pengamanan dan pengawalan terhadap 44 saksi dan korban. Selain itu, LPSK juga memberikan bantuan psikologis agar para saksi dan korban bisa menghadapi proses pengadilan.