REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin mengakui kasus teroris yang kabur dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ampana, Sulawesi Tengah, diakibatkan standar pengamanan yang buruk.
"Kalau informasi awal tersangka teroris hanya dikawal oleh seorang petugas, itu tentu di bawah standar pengamanan," kata Amir Syamsudin saat jumpa pers usai upacara peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-49 di Jakarta, Sabtu (27/4).
Dia mengatakan seharusnya penjagaan terhadap tersangka teroris minimal melibatkan dua petugas lapas ditambah dengan personel kepolisian guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti napi yang melarikan diri itu.
Amir juga mengakui kasus kaburnya tersangka teroris itu merupakan wujud kegagalan pihaknya dalam mengelola lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, fasilitas yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini kemeterian, memang minim sehingga tidak bisa serta merta mengakomodir seluruh warga binaan.
"Makanya (akibat) dari over-kapasitas dengan segala dampaknya itu, akibatnya bisa terjadi banyak ketegangan dan kejadian seperti yang anda tau," ujarnya.
Basri, narapidana kasus kekerasan Poso yang kabur mendapatkan izin dari pihak Lapas Kelas II/A Ampana untuk menjenguk keluarganya yang sakit di Kabupaten Poso yang berjarak sekitar 220 kilometer dari Kabupaten Tojo Una-Una.
Basri alias Bagong, kabur saat mendapat izin keluar penjara untuk menjenguk keluarganya yang sakit keras pada 19 April 2013. Ia dikabarkan kabur usai shalat Jumat dengan memanfaatkan kelengahan petugas lapas.