REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Anggota DPRD Kaltim Hermanto Kewot mengungkapkan fakta selama delapan tahun warga transmigran asal Sragen, Jateng di Suliliran, Kecamatan Pasir Belekong, Kabupaten Paser terlantar akibat tidak adanya dana pencetakan sawah.
"Ini hal paling krusial yang saya temui saat reses beberapa waktu lalu. Memprihatinkan sekali. Delapan tahun adalah waktu yang sangat lama. Mereka tidak dapat menggarap lahan pertanian seperti yang dijanjikan saat memutuskan ikut program
transmigrasi ke daerah tersebut," katanya di Samarinda,Minggu.
Dia tak ingin kondisi itu berlarut-larut. Warga asal Sragen, Jawa Tengah yang sebelumnya dijanjikan dapat menggarap lahan dengan diberikan lahan dan modal, ternyata malah harus kecewa berkepanjangan karena janji itu tak kunjung terealisasi.
"Sejak pelepasan
transmigran asal Sragen ini 2005 silam, harapan besar sangat mereka nantikan. Gambaran memulai hidup baru dengan tumpuan daerah baru berikut modal menggarap lahan, mengubah roda hidup mereka. Tapi ternyata hingga 2013 hidup mereka malah sulit karena tidak dapat menggarap sawah seperti yang dijanjikan," papar Kewot.
Meski tak mengetahui secara pasti jumlah transmigran tersebut, Kewot miris menyaksikan sendiri bagaimana mereka hidup begitu memprihatinkan. Terpaksa menggarap lahan di pekarangan rumah dengan modal sendiri.
"Ada juga yang yang telah mendapat modal namun tak seberapa. Jadi yang belum dapat sama sekali ini juga yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah," kata Kewot, anggota DPRD Kaltim asal daerah pemilihan II (Balikpapan, Penajam Paser Utara dan Paser).
Setelah berdialog dengan mereka, Kewot mendapatkan cerita perjuangan bertahun-tahun mempertanyakan soal kejelasan nasib mereka. Berkali-kali mereka menyambangi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan setempat, namun tetap tidak ada ada kejelasan dan kabar menggembirakan.
Hal yang harusnya tidak terjadi. Karena program transmigrasi ini sudah dijadwalkan, terdata dan didukung anggaran pemerintah yang tidak sedikit.
"Warga sangat menyesal, dan penyesalan mereka harusnya menjadi perhatian pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib mereka," harap Kewot.
Selain kehidupan yang sangat memprihatinkan, diperparah dengan tidak tersedianya listrik, sehingga mereka mengandalkan genset dan alat penerangan sederhana untuk aktifitas sehari-hari. Sumur bor menjadi pusat stok asupan air.
"Rumah yang ditinggali cenderung tidak layak huni apalagi memenuhi syarat kesehatan. Hampir mirip kandang. ?Sangat menyedihkan, saat menemui mereka, saya hanya bilang bersabar, saya akan coba bantu semaksimal mungkin," kata Kewot.
Ke depan, selain kejelasan bantuan dana pencetakan sawah, warga juga membutuhkan peralatan pertanian seperti traktor tangan (hand tractor).
"Semoga saya bisa bantu untuk direalisasikan di APBD Kaltim 2014 mendatang. Aspirasi ini akan saya perjuangkan. Karena yang juga memprihatinkan, dengan segala keterbatasan itu, anak-anak mereka terpaksa banyak yang tidak sekolah. Jika terus dibiarkan berarti sama saja kita tidak mendidik satu generasi potensial untuk memajukan wilayah itu," katanya.