Jumat 05 Apr 2013 14:48 WIB

'Pelaku Tentara Penyerang Lapas Jangan Disidang di Pengadilan Umum'

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
Wakil Komandan Pusat Polisi Militer dan Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen TNI Unggul K Yudoyono (kiri) didampingi Anggota Tim Investigasi TNI AD Letnan Kolonel TNI Richard Tampubolon (tengah) dan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Rukhman Ahmad
Foto: antara
Wakil Komandan Pusat Polisi Militer dan Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen TNI Unggul K Yudoyono (kiri) didampingi Anggota Tim Investigasi TNI AD Letnan Kolonel TNI Richard Tampubolon (tengah) dan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Rukhman Ahmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Banyak pihak menilai oknum Kopassus penyerang Lapas Cebongan, Sleman, Jawa Tengah yang mengakibatkan empat tahanan tewas sepantasnya diadili di pengadilan umum. Hal ini dipandang layak, mengingat tindakan sebelas anggota militer ini telah mengakibatkan nyawa warga sipil melayang.

Hal tersebut membuat aksi oknum TNI ini bukan hanya terkategori sebagai pelanggaran kode etik semata. Tetapi, telah mencederai komitmen TNI sebagai institusi pelindung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mana warga sipil berada di dalamnya.

 

Namun, Guru Besar Kriminologi Univesitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa berpendapat lain. Pria bergelar professor ini melihat kondisi saat ini sangat tidak tepat untuk menghembuskan ide pengadilan sipil kepada para pelaku.

 

Menurutnya, memang bila dirunut penyerangan ini tampak menjadi sebuah pembunuhan berencana karena para pelaku begitu taktis dan profesional dalam menjalankan aksinya. Sehingga sesuai dengan perundangan-undangan di negeri ini, hukuman dengan ancaman berat sudah menanti para pelaku.

 

"Jangan dulu lah. Mood-nya sedang tidak bagus. Pengakuan secara jantan dari para pelaku ini saja sudah layak diacungi jempol," ujar dia ketika dimintai tangapannya kepada Republika, Jumat (5/4).

 

Mustofa memaparkan, mood yang dimaksud ialah kini TNI sedang berada alam kondisi yang tercoreng akibat perbuatan anggotanya. Desakan agar TNI diproses secara sipil pun menurutnya malah akan membuat situasi menjadi runcing.

 

Untuk itu, dirinya setuju dengan Mabes Polri yang telah menyatakan semua proses hukum terhadap para pelaku penyerangan ini sekarang berada di tampuk polisi militer.

"Biar Mahkamah Militer saja yang ambil alih. Bila terus dihembuskan malah akan merusak suasana. Kita harus hargai kejujuran dari pengakuan mereka," ujar dia.

 

Sebelumnya, Ketua Tim Investigasi TNI AD, Brigjen Unggul K Yudoyono, menegaskan ada sebelas orang pelaku dalam penembakan ini dan satu diantaranya ialah eksekutor.

 

"Sebelas anggota Kopassus II Kartosuro dengan ksatria mengakui telah melakukan penembakan terhadap preman di Lapas Cebongan, Sleman pada Sabtu (23/3) lalu," kata dia di Jakarta Kamis (4/4).

 

Lapas Cebongan di Sleman, Jawa Tengah diserang kelompok bersenjata lengkap dengan granat. Mereka merangsek masuk menuju ruang tahanan empat  pelaku pembunuhan anggota Kopasus di Hugos Café Sleman.

 

Para pelaku yang dikenal preman setempat ini lantas meregang nyawa setelah puluhan peluru memberondong tubuh mereka. Sukses menjalankan misi, kelompok ini kemudian melarikan diri dengan menghapus jejak mereka termasuk mengambil rekaman CCTV di Lapas tersebut.

 

Polisi yang menerjunkan tim dibawah komando Kabareskrim Polri Komjen Sutarman lantas melakukan investigasi pada kasus ini. Namun, sepuluh hari berselang tim dari TNI telah mengumumkan dalang perbuatan ini memang benar adalah anggota Kopassus.

 

Atas pernyataan tersebut, Mabes Polri serta merta langsung menghentikan penyelidikan dan proses selanjutnya diserahkan kepada pihak militer. "Selebihnya (penanganan hukum) ini telah menjadi bagian dari penyidikan Polisi Militer," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jumat (5/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement