REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali rencana penerapan Kurikulum 2013.
Usulan tersebut berangkat dari persiapan pelaksanaan kurikulum yang dinilai masih kurang. "Persiapannya jelas minim mengingat waktu yang tersedia tinggal empat bulan lagi," ungkap Anggota ORI Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, Selasa (2/4).
Menurut Budi, banyak guru yang berada di lapangan mengindikasikan ketidaksiapan dan kebingungan mereka dalam menerapkan kurikulum anyar tersebut.
Bahkan, kebingungan tersebut berujung pada penolakan sejumlah organisasi guru antara lain Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan Koalisi Pendidikan serta pelbagai organisasi guru di sejumlah daerah.
Lebih lanjut, anggota ORI yang juga menjabat di Bidang Pendidikan ini, mengatakan, sosialisasi pelaksanaan Kurikulum 2013 yang terbatas pada struktur kurikulum mengenai jumlah pelajaran dan jam pelajaran tentu masih jauh dari komprehensif untuk sebuah penerapan kurikulum yang baru.
"Karena penjabarannya belum detail sampai pada tahap implementasi teknisnya," kata Budi.
Meskipun pelatihan guru khusus untuk kurikulum belum dimulai, lanjut Budi, perlu diingat guru yang harus dilatih sangat besar jumlahnya sementara waktu yang tersedia sangat terbatas, maka efektifitas pelatihan yang sangat mepet dengan penerapan Kurikulum 2013 tersebut sangat diragukan akan berhasil dengan optimal.
Sehingga, dari perspektif ORI, tutur Budi, adanya indikasi ketidaksiapan para guru tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari Mendikbud RI. Karena yang akan menjadi 'korban' adalah jutaan siswa didik pada semua tingkatan pendidikan.
"Anak didik sebagai penerima layanan pendidikan berpotensi menjadi pihak yang dirugikan dengan ketidaksiapan penerapan kurikulum itu. Termasuk dalam hal ini guru yang menjadi perangkat implementasi Kurikulum 2013," kata Budi.