Kamis 28 Feb 2013 07:37 WIB

Hampir 3.000 Anggota DPRD Terjerat Hukum

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Heri Ruslan
Perilaku Korupsi/ilustrasi
Foto: rep
Perilaku Korupsi/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak dihelat pemilukada pada 2004, hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia terjerat hukum. Tindak pidana korupsi mendominasi kasus hukum yang menjerat anggota DPRD.

Sebanyak 431 anggota DPRD provinsi terjerat kasus hukum. Berdasarkan surat izin pemeriksaan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada akhir 2012, sebanyak 137 (35,49 persen) orang diperiksa kepolisian dan 294 orang (64,51 persen) diperiksa kejaksaan.  Dari 431 kasus, sebanyak 83,76 persen terjerat kasus korupsi, dan lainnya kasus pidana, pemerasan, dan perzinahan.

Jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang terseret kasus hukum lebih besar lagi mencapai 2.545 orang. Namun, hingga kini aparat kepolisian dan kejaksaan baru memeriksa 994 orang saja. Dari 2.545 anggota dewan, terdapat 1.050 orang (40,07 persen) teridentifikasi kasusnya adalah korupsi. Dengan kata lain, selama delapan tahun terakhir, setidaknya 2.976 anggota dewan terjerat kasus hukum yang didominasi kasus korupsi.

"Jumlah data itu terus bertambah karena anggota dewan yang tersangkut kasus hukum, ada saja setiap harinya," kata Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek, Kamis (28/2).

Untuk kepala daerah, kata dia, sejak diberlakukannya pemilukada langsung hingga awal 2013, kepala daerah yang terbelit kasus hukum mencapai 291 orang. Dari jumlah itu, 70 persen di antaranya akibat terlibat praktik tindak pidana korupsi.

Sesuai analisis dan kajian tim Kemendagri, kata Reydonnyzar, salah satu alasan maraknya anggota dewan dan kepala daerah tersangkut kasus hukum lantaran pelaksanaan pemilukada langsung. Model rekrutmen terbuka, alias siapa saja bisa menjadi anggota dewan dan kepala daerah membuat orang terjerumus melakukan pelanggaran.

Apalagi dana kampanye untuk pencalonan sangat tinggi, sambungnya, sehingga biasanya mereka bakal mencari cara untuk mengembalikan modalnya. Menurut Reydonnyzar, artis, pengusaha, alim ulama, sejauh mendapat dukungan parpol bakal bisa mencalonkan diri dalam pemilihan langsung.

"Meski populer, namun minim kapasitas, kapabilitas dan kualitas, serta integritas bisa terpilih menjalankan pemerintahan di legislatif dan eksekutif," ujarnya.

Salah satu solusi yang ditawarkan Kemendagri untuk mengatasi maraknya praktik korupsi tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada terkait pemilihan gubernur oleh DPRD. Selain bisa menghemat biaya, juga meminimalisasi pelanggaran politik uang yang dilakukan anggota DPRD provinsi.

Adapun karena tidak ingin mencederai pelaksanaan otonomi khusus, kata Reydonnyzar, pemilihan bupati/wali kota tetap dipilih rakyat dengan mekanisme kontrol ketat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement