Senin 04 Feb 2013 14:12 WIB

Pengacara: Hartati Korban Ketidakpastian Hukum

Terdakwa kasus suap Buol, Hartati Murdaya, menyeka air mata saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1) lalu.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Terdakwa kasus suap Buol, Hartati Murdaya, menyeka air mata saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim kuasa hukum pengusaha Hartati Murdaya menilai, vonis dua tahun delapan bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Hartati sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kalangan investor.

Hal ini terjadi lantaran di Indonesia tidak ada kepastian hukum, terutama kepastian hukum investasi di daerah.

“Hartati adalah korban dari ketidakpastian hukum, korban dari perubahan peraturan, dan korban dari perubahan struktur pemerintahan akibat otonomi daerah,” kata kuasa hukum Hartati, Denny Kailimang, Senin (4/2).

Ia menjelaskan, kasus ini bermula dari perubahan peraturan mengenai perkebunan kelapa sawit. Hartati sudah membuka perkebunan sejak tahun 1994 dengan izin lokasi seluas 75 ribu hektare.

 

Namun, pada tahun 2001 keluar Peraturan Menteri BPN yang membatasi perkebunan sawit maksimal hanya 20 ribu hektare saja.

Perubahan peraturan ini adalah bukti ketidakpastian hukum yang kemudian membuat investor terombang-ambing dan rawan dipermainkan oleh penguasa di daerah. Masalah menjadi kian kompleks karena pada saat yang sama investor juga harus menghadapi perubahan demi perubahan struktur pemerintah setempat akibat otonomi daerah.

Menurut Denny, problem yang sama sebenarnya juga dihadapi oleh semua investor di Indonesia. Oleh sebab itu, vonis terhadap Hartati yang dipersalahkan karena tuduhan menyuap ini membuat para investor ketakutan karena di Indonesia tidak ada kepastian hukum.

"Ini menandakan bahwa di Indonesia harus ada yang diperbaiki, terutama mengenai perubahan peraturan yang menyebabkan ketidakpastian hukum, sehingga menyeret investor yang tidak bersalah sebagai korban dan akhirnya harus masuk penjara," kata Denny.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement